Merger XL Axiata dan Smartfren Disetujui dengan Syarat: Pembangunan BTS dan Peningkatan Kecepatan Unduh

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Meutya Hafid, telah memberikan lampu hijau bagi penggabungan (merger) antara PT XL Axiata Tbk dan PT Smartfren Telecom Tbk. Entitas hasil merger ini akan bernama PT XL Smart Telecom. Persetujuan ini diberikan dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan hasil merger.

Syarat utama yang diajukan oleh pemerintah adalah kewajiban untuk membangun 8.000 Base Transceiver Station (BTS) baru. Pembangunan infrastruktur telekomunikasi ini bertujuan untuk memperluas jangkauan layanan digital, khususnya di daerah-daerah terpencil dan wilayah yang kurang terlayani. Fokus utama dari ekspansi ini adalah untuk meningkatkan konektivitas di lebih dari 175.000 sekolah, 8.000 fasilitas layanan kesehatan, dan 42.000 kantor pemerintahan yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Penambahan 8.000 BTS ini diprioritaskan untuk daerah-daerah. Dengan demikian, akses terhadap layanan digital akan meningkat secara signifikan di lebih dari 175.000 sekolah, 8.000 fasilitas layanan kesehatan, dan 42.000 kantor pemerintahan di seluruh Indonesia," ujar Meutya Hafid di kantornya, Kamis (17/4/2025).

Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kominfo, Edwin Hidayat Abdullah, memperkirakan bahwa investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan 8.000 BTS tersebut mencapai sekitar Rp 16 triliun. Estimasi ini didasarkan pada asumsi bahwa biaya pembangunan satu BTS rata-rata mencapai Rp 1,5 miliar. Namun, Meutya Hafid menekankan bahwa Kementerian Kominfo tidak menetapkan angka pasti karena biaya pembangunan BTS dapat bervariasi tergantung pada lokasi geografis dan potensi fluktuasi harga di masa depan.

"Kami tidak mematok angka yang pasti karena biaya pembangunan BTS berbeda-beda di setiap wilayah. Selain itu, kita juga tidak tahu bagaimana perkembangan harga di masa depan," jelas Meutya Hafid.

"Oleh karena itu, kami lebih fokus pada komitmen fisik, yaitu penambahan minimal 8.000 BTS," tegasnya.

Selain pembangunan BTS, pemerintah juga mensyaratkan peningkatan kecepatan unduh (download) layanan sebesar 16 persen pada tahun 2029. Peningkatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengalaman pengguna (user experience) dan mendukung adopsi teknologi digital di berbagai sektor.

"Pemerintah tidak hanya memberikan persetujuan merger, tetapi juga memberikan kewajiban berupa komitmen-komitmen. Salah satunya adalah peningkatan kecepatan unduh hingga 16 persen pada tahun 2029," kata Meutya Hafid.

Meutya Hafid juga menjelaskan bahwa penambahan BTS ini diproyeksikan untuk mendukung implementasi jaringan 5G di Indonesia. Dengan demikian, infrastruktur telekomunikasi yang dibangun tidak hanya akan meningkatkan jangkauan layanan digital, tetapi juga akan mendukung pengembangan teknologi yang lebih canggih.

"8.000 BTS baru yang diwajibkan ini diharapkan berbasis teknologi 5G, mengingat kita sudah memasuki era 5G. Ini akan memberikan dampak positif bagi pengembangan ekosistem digital di Indonesia," pungkasnya.