Pemprov Jateng Prioritaskan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Bagi Masyarakat Rentan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi mereka yang hidup dalam kondisi rentan. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah memprioritaskan renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) bagi warga miskin ekstrem. Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menegaskan bahwa hingga Desember 2024, masih terdapat lebih dari satu juta unit RTLH yang menjadi fokus utama penanganan.
Hal ini diungkapkan Gubernur Luthfi setelah melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Jawa Tengah menerima alokasi bantuan renovasi sebanyak 500 unit rumah yang diperuntukkan bagi warga miskin ekstrem. Luthfi menekankan bahwa bantuan ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin di Jawa Tengah, dengan harapan setiap keluarga memiliki tempat tinggal yang layak.
"Program dari kementerian PKP ini sangat membantu masyarakat miskin ekstrem, mengingat keterbatasan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita," ujar Luthfi. Beliau juga menyatakan kesiapannya untuk segera melakukan survei terhadap warga yang berhak menerima bantuan renovasi rumah. Menteri PKP, Maruarar Sirait, direncanakan akan melakukan survei langsung di Banyumas dalam waktu dekat.
Gubernur Luthfi menekankan bahwa penanganan masalah RTLH ini memerlukan kolaborasi dan pendekatan komprehensif dari berbagai sumber pendanaan. Selain APBN dan APBD Provinsi, dukungan juga diharapkan datang dari APBD Kabupaten/Kota, program Corporate Social Responsibility (CSR), Baznas, serta swadaya masyarakat.
Menteri PKP Maruarar Sirait menambahkan bahwa seluruh penerima bantuan renovasi rumah akan melalui proses verifikasi yang ketat untuk memastikan ketepatan sasaran. Bantuan renovasi rumah untuk Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta mencapai total 2.000 unit, yang berasal dari CSR Yayasan Buddha Tzu Chi.
Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Sugianto Kusuma atau Aguan, memberikan penekanan bahwa penerima bantuan renovasi harus memiliki rumah pribadi yang mereka tinggali. Hal ini bertujuan untuk menghindari potensi sengketa di kemudian hari. Selain itu, lokasi rumah juga harus berada di area permukiman yang sesuai dengan peruntukannya, serta tidak berada di jalur hijau.