Eksploitasi Anak di Pesantren Tulungagung: Kepala Kamar Diduga Lakukan Tindak Asusila Berulang, Korban Diancam

Kasus dugaan pencabulan yang melibatkan seorang kepala kamar di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Tulungagung, Jawa Timur, menggemparkan publik. Tersangka, seorang pria berinisial AI (26) asal Sumatera Selatan, kini mendekam di sel tahanan Polres Tulungagung atas tuduhan melakukan tindakan asusila terhadap tujuh santri laki-laki yang masih di bawah umur. Penangkapan AI dilakukan pada Kamis, 17 April 2025, setelah serangkaian laporan polisi yang diajukan oleh keluarga korban.

Menurut keterangan Kapolres Tulungagung, AKBP Muhammad Taat Resdi, modus operandi pelaku adalah dengan memanfaatkan posisinya sebagai kepala kamar atau penanggung jawab asrama untuk melancarkan aksinya. Korban yang rata-rata berusia antara 8 hingga 14 tahun, diancam akan dihukum jika tidak menuruti kemauan pelaku. Kondisi ini membuat para korban ketakutan dan akhirnya terpaksa menuruti permintaan bejat AI. Kasus ini terungkap setelah salah satu santri menceritakan pengalaman pahitnya kepada orang tuanya saat libur pesantren. Orang tua yang curiga dengan perubahan perilaku anaknya, kemudian mengorek informasi hingga akhirnya terungkaplah perbuatan cabul yang dilakukan oleh kepala kamar tersebut. Setelah mendengar pengakuan anaknya, orang tua santri tersebut segera melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib. Dari laporan tersebut, polisi kemudian melakukan pengembangan dan menemukan enam korban lainnya.

Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Tulungagung saat ini tengah menangani kasus ini secara intensif. Proses pemeriksaan terhadap tersangka terus dilakukan untuk mengungkap seluruh fakta yang ada. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, diketahui bahwa aksi bejat AI telah berlangsung sejak Maret 2024 hingga Maret 2025. Pelaku mengaku telah melakukan tindakan asusila terhadap 12 santri, namun lima di antaranya berhasil menghindar. Polisi tidak menutup kemungkinan jumlah korban akan bertambah seiring dengan berjalannya proses penyidikan.

Pihak pondok pesantren sendiri menyatakan sikap kooperatif dan mendukung penuh langkah hukum yang diambil oleh pihak kepolisian. Mereka menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada pihak berwajib dan berharap pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan, khususnya pesantren, dan menuntut adanya pengawasan yang lebih ketat serta perlindungan yang lebih baik bagi para santri. Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi para orang tua untuk selalu waspada dan peka terhadap perubahan perilaku anak-anak mereka, serta berani bertindak jika menemukan adanya indikasi kekerasan atau pelecehan.