Tender Pipa Migas Tanpa TKDN Dikecam, Ancam Industri Baja Nasional
Beberapa ekonom melontarkan kritik keras terhadap proses tender pengadaan pipa dalam proyek minyak dan gas bumi (migas) yang dijalankan oleh Eni North Ganal Ltd dan Rapak Deepwater Ltd. Mereka menyoroti kurangnya keberpihakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terhadap kepentingan industri dalam negeri.
Muhammad Nalar A Khair, ekonom dari lembaga riset Sigmaphi, menyatakan bahwa tender proyek tersebut tidak mencantumkan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal sebesar 40 persen. Padahal, menurutnya, ketentuan ini telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nalar mengungkapkan kekecewaannya dengan mengatakan, "Saat negara-negara lain gencar melindungi industri mereka, kita justru membuka lebar pintu untuk produk-produk asing."
Ketiadaan syarat TKDN ini dipandang berpotensi melanggar sejumlah regulasi penting, termasuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri. Dampaknya, industri baja nasional yang saat ini tengah berjuang menghadapi serbuan impor, terutama dari Tiongkok, dapat semakin tertekan.
Ketua The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), Ismail Mandry, juga menyuarakan kekhawatirannya. Ia menghimbau pemerintah untuk mewaspadai potensi lonjakan impor produk baja, terutama setelah Amerika Serikat memberlakukan kebijakan tarif tinggi. "Pasar Indonesia memiliki potensi besar dan harus dijaga agar tidak kebanjiran produk asing. Jika tidak, industri baja nasional akan berada dalam bahaya," tegas Ismail.
Menanggapi situasi ini, Nalar mendesak pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, untuk mengambil sikap tegas. Ia meminta agar proses pengadaan di sektor-sektor strategis seperti migas dipastikan selaras dengan agenda nasional, termasuk program hilirisasi industri. Menurutnya, jika praktik-praktik yang tidak mendukung industri dalam negeri terus berlanjut, cita-cita Indonesia untuk menjadi negara industri yang mandiri akan sulit tercapai. Selain itu, hal ini juga dapat memberikan sinyal negatif kepada para investor yang berminat untuk berinvestasi di sektor manufaktur.
Program hilirisasi industri merupakan salah satu prioritas utama Presiden Prabowo dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai target 8 persen. Namun, Sigmaphi berpendapat bahwa keberhasilan program ini akan sulit diwujudkan jika implementasinya di lapangan tidak sejalan dengan semangat kemandirian industri.
Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi sorotan:
- Kritik terhadap tender pipa migas: Tender tidak mencantumkan syarat TKDN minimal 40 persen.
- Potensi pelanggaran regulasi: Melanggar Perpres Nomor 12 Tahun 2021 dan PP Nomor 29 Tahun 2018.
- Ancaman bagi industri baja: Industri baja nasional terancam oleh lonjakan impor.
- Desakan kepada pemerintah: Pemerintah diminta untuk memastikan pengadaan selaras dengan agenda nasional dan hilirisasi industri.
- Prioritas hilirisasi: Keberhasilan hilirisasi diragukan jika implementasi tidak mendukung kemandirian industri.
Nalar menambahkan bahwa pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih besar kepada industri dalam negeri agar mereka dapat bersaing dengan produk impor. Ia juga menyarankan agar pemerintah memperketat pengawasan terhadap impor produk baja untuk mencegah praktik dumping dan unfair trade. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan industri baja nasional dapat tumbuh dan berkembang, serta memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.