Polemik Kasus Pagar Laut Tangerang: Pemalsuan Surat Jadi Fokus Utama?
Kasus pembangunan pagar laut di Tangerang terus menjadi sorotan, terutama perbedaan pandangan antara Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi. Bareskrim Polri saat ini tengah fokus pada dugaan pemalsuan surat dalam kasus ini. Seorang pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Gandjar Bondan, berpendapat bahwa langkah ini adalah pendekatan yang tepat. Menurutnya, pembuktian tindak pidana korupsi akan lebih sulit jika kasus ini langsung ditarik ke ranah tersebut.
Gandjar Bondan menyatakan kesetujuannya dengan penyidik Dittipidum Polri yang menilai kasus pagar laut lebih tepat dikategorikan sebagai pemalsuan surat. Kendati demikian, ia tidak menutup kemungkinan adanya unsur suap atau gratifikasi yang melatarbelakangi tindakan pemalsuan yang dilakukan oleh Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip. Ia menjelaskan bahwa meskipun suap dan gratifikasi mungkin terjadi, hal tersebut belum tentu memenuhi unsur korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Gandjar Bondan mengimbau Kejaksaan Agung untuk tidak memaksakan penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor dalam kasus ini. Menurutnya, pembuktian kerugian negara bukanlah perkara mudah dan seringkali menimbulkan penyimpangan. Kasus ini sendiri belum memasuki tahap persidangan karena adanya perbedaan pendapat antara Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri.
Kejaksaan Agung menduga adanya indikasi korupsi dalam penerbitan sertifikat lahan terkait pembangunan pagar laut. Sementara itu, Bareskrim Polri berpendapat bahwa masalah utama terletak pada pemalsuan dokumen. Dalam proses penyidikan, Dittipidum Bareskrim Polri telah dua kali melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung, namun selalu dikembalikan.
Kejaksaan Agung telah memberikan instruksi kepada Bareskrim untuk mengusut dugaan suap atau gratifikasi yang terkait dengan dugaan korupsi dalam kasus ini. Jaksa menemukan potensi korupsi dalam pemalsuan surat tanah yang dilakukan oleh Kepala Desa Kohod, Arsin, dan stafnya. Petunjuk ini kembali ditegaskan dalam pengembalian berkas perkara yang kedua. Namun, tim peneliti berkas dari Kejaksaan Agung menilai bahwa Bareskrim Polri belum memenuhi petunjuk tersebut, sehingga berkas perkara dikembalikan kembali.
Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, menjelaskan bahwa berkas perkara yang diterima tidak mengalami perubahan dari berkas sebelumnya dan tidak ada petunjuk yang dipenuhi.