Potensi Thorium Indonesia: Sumber Energi Masa Depan yang Menjanjikan

Potensi Thorium Indonesia: Sumber Energi Masa Depan yang Menjanjikan

Penemuan cadangan thorium signifikan di China, yang diklaim mampu memenuhi kebutuhan energi negara tersebut selama puluhan ribu tahun, telah kembali menyoroti potensi energi thorium secara global. Indonesia, sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah, juga menyimpan potensi besar thorium yang belum tergali sepenuhnya. Penelitian dan pengembangan di bidang ini tengah digencarkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya strategis ini demi masa depan energi Indonesia.

Keunggulan thorium sebagai sumber energi alternatif telah menarik perhatian para ilmuwan. Nuri Trianti, peneliti dari Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN) BRIN, mengungkapkan beberapa keunggulan thorium dalam forum International Atomic Energy Agency Scientific Forum di Wina. Thorium memiliki sifat termofisika yang menguntungkan, kemampuan absorpsi neutron termal yang tinggi (tiga kali lipat uranium), dan resistensi proliferasi yang lebih baik dibandingkan uranium. Karakteristik ini menjadikan thorium sebagai pilihan yang lebih aman dan efektif untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Lebih lanjut, thorium sering disebut sebagai 'nuklir hijau' karena menghasilkan limbah radioaktif jauh lebih sedikit daripada uranium, sekaligus menghasilkan energi yang jauh lebih besar. Potensi thorium di Indonesia sendiri cukup signifikan. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Rohadi Awaludin, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimeteri (PRTRRB) BRIN, Indonesia diperkirakan memiliki cadangan thorium sekitar 140 ribu ton. Angka ini, dipadukan dengan cadangan uranium sekitar 90 ribu ton, menunjukkan potensi besar untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri melalui pengembangan PLTN.

Meskipun potensi ini signifikan, tantangan tetap ada. Rohadi Awaludin, yang sebelumnya menjabat Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada pengusaha yang tertarik untuk mengolah mineral uranium dan thorium di Indonesia. Hal ini terkait dengan rencana pembangunan PLTN di dalam negeri. Pengolahan mineral uranium dan thorium akan lebih optimal dilakukan setelah pembangunan PLTN berjalan, untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di hulu. Pemerintah melalui BRIN terus berupaya untuk mendorong investasi dan pengembangan di sektor ini, dengan harapan dapat mewujudkan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan pembangkit listrik konvensional. PLTN menghasilkan listrik yang stabil, tidak memancarkan gas rumah kaca, dan hanya membutuhkan bahan bakar dalam jumlah kecil, sehingga dapat menjamin stabilitas pasokan listrik. Namun, perkembangan PLTN memerlukan perhatian serius terhadap aspek keamanan (safety), keamanan fisik (security), dan pengamanan nuklir (safeguards). Ketiga aspek ini (3S) harus dipenuhi sebelum pembangunan dan pengoperasian PLTN. Hal ini sejalan dengan regulasi yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), yang mengharuskan analisis keselamatan dan perizinan sebelum memulai setiap kegiatan terkait nuklir.

Ke depan, pemanfaatan thorium dan uranium di Indonesia tidak hanya diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, tetapi juga memiliki potensi ekspor. Namun, penting untuk mengutamakan pemanfaatan sumber daya ini untuk kemakmuran dan kemandirian energi Indonesia terlebih dahulu sebelum mengeksplorasi peluang ekspor. Pengembangan energi thorium merupakan langkah strategis untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan mewujudkan kedaulatan energi bagi Indonesia di masa mendatang. Investasi dalam riset, pengembangan teknologi, dan infrastruktur penunjang sangat penting untuk merealisasikan potensi besar ini. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan perlu bersinergi untuk memastikan keberhasilan pengembangan energi thorium di Indonesia.