Mantan Karyawan UD Sentoso Seal Mengadu ke Polisi: Ijazah Ditahan, Upah Belum Dibayar

Puluhan mantan karyawan UD Sentoso Seal menempuh jalur hukum dengan melaporkan perusahaan tempat mereka bekerja sebelumnya ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Laporan ini diajukan terkait dugaan praktik penahanan ijazah yang dialami para karyawan setelah mengundurkan diri.

Pada hari Kamis (17/4/2025), sebanyak 31 mantan karyawan didampingi oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Achmad Zaini, serta kuasa hukum Krisnu Wahyuono mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Tanjung Perak untuk menyampaikan aduan mereka.

Wali Kota Eri Cahyadi menegaskan kehadirannya di lokasi sebagai bentuk dukungan kepada para mantan karyawan dan komitmen untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif di Surabaya. Ia juga memberikan peringatan keras kepada perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar hak-hak pekerja.

"Kami ingin menata Surabaya dengan hati dan pikiran yang jernih, agar kota ini tetap kondusif bagi pekerja maupun pengusaha. Namun, bagi siapa pun yang melanggar aturan dan tidak menjalankan kewajibannya, tidak boleh berusaha di Kota Surabaya," tegas Eri Cahyadi.

Edi Kuncoro Prayitno, kuasa hukum para pelapor, mengungkapkan bahwa praktik penahanan ijazah sudah berlangsung sejak awal masa kerja para karyawan. Perusahaan memberikan dua opsi kepada calon karyawan: menyerahkan uang jaminan sebesar Rp 2 juta atau menyerahkan ijazah asli.

"Sejak awal, karyawan diwajibkan menyetor uang jaminan Rp 2 juta. Jika tidak mampu, ijazah menjadi penggantinya," jelas Edi.

Faizul, seorang mantan karyawan, membenarkan hal tersebut. Melalui kanal YouTube Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, ia menjelaskan bahwa uang jaminan Rp 2 juta dapat dibayarkan secara tunai atau dicicil selama dua bulan dengan potongan gaji sebesar Rp 1 juta per bulan.

"Jika sudah bekerja selama lima tahun, uang Rp 2 juta akan dikembalikan. Jika jaminannya ijazah, ijazah bisa diambil kembali," tutur Faizul.

Namun, banyak karyawan yang mengundurkan diri sebelum masa kerja lima tahun. Dalam kondisi ini, ijazah tidak dikembalikan kecuali mereka menebusnya dengan sejumlah uang.

Ananda Sasmita Putri Ageng, salah satu pelapor, mengaku pasrah karena mengetahui ijazahnya tidak akan dikembalikan jika tidak membayar Rp 2 juta. Ia berharap pemilik perusahaan, Jan Hwa Diana, dapat membuka hati dan mengembalikan ijazah para mantan karyawan.

"Kami hanya berharap pemilik perusahaan membuka hati untuk mengembalikan ijazah kami. Itu saja harapan kami," kata Ananda.

Ia menegaskan bahwa tujuan utama pelaporan ini adalah agar ijazah asli mereka dikembalikan, tanpa memandang tingkat pendidikan terakhir.

Senada dengan Ananda, Peter Evril Sitorus dan Nila Handiani, dua mantan karyawan lainnya, menyampaikan harapan yang sama.

"Semoga masalah penahanan ijazah ini segera selesai dan ijazah kami dikembalikan. Untuk penindakan terhadap perusahaan, kami serahkan sepenuhnya kepada prosedur hukum yang berlaku," ujar Peter.

"Saya hanya ingin ijazah saya dikembalikan, itu saja," timpal Nila.

Selain dugaan penahanan ijazah, Edi Kuncoro Prayitno juga mengungkapkan bahwa beberapa kliennya belum menerima hak gaji secara penuh.

"Beberapa teman-teman yang menuntut ijazah ini sudah resign. Ada yang gajinya diberikan, ada yang tidak, ada juga yang belum dibayarkan," ujarnya.

Edi mendesak pihak kepolisian untuk segera mengambil tindakan tegas.

"Saya mendorong pihak kepolisian dan aparat terkait untuk segera mengamankan tempat kejadian perkara (TKP) dan mengumpulkan barang bukti," pungkasnya.