Polemik Pengelolaan Pendakian Gunung Rinjani Memicu Tuntutan Warga dan Operator Tur
Polemik terkait pengelolaan wisata pendakian Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat (NTB) semakin memanas, memicu berbagai reaksi dari warga sekitar, operator tur, hingga pelaku usaha di sekitar gunung. Tuntutan utama yang dilayangkan adalah penambahan kuota pendaki dan desakan pengelolaan mandiri oleh masyarakat lokal.
Gelombang demonstrasi sempat terjadi di depan Kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) pada tanggal 9 April lalu. Massa yang terdiri dari warga, perwakilan operator tur (TO), dan pelaku usaha di sekitar Gunung Rinjani menuntut penambahan kuota pendaki. Mereka khususnya menyoroti kuota pendakian melalui jalur Desa Senaru, Lombok Utara, yang dianggap terlalu membatasi. Ketua Asosiasi Tour Operator Senaru (ATOS), Munawir, berpendapat bahwa pembatasan kuota sangat merugikan masyarakat setempat dan aspirasi mereka tidak pernah didengar oleh pihak balai.
Di sisi lain, muncul aspirasi dari kelompok masyarakat yang menamakan diri Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun (SMPS). Mereka menuntut hak pengelolaan wisata pendakian Gunung Rinjani secara mandiri. Ketua SMPS, Handanil, menyampaikan bahwa tuntutan ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan terhadap tata kelola pendakian yang dinilai tidak adil. Mereka juga mengeluhkan terhambatnya pembangunan pariwisata berkelanjutan di wilayah Sembalun. SMPS bahkan mendesak Pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk menerbitkan peraturan daerah (Perda) yang mendukung pengelolaan mandiri ini.
Menanggapi berbagai aspirasi tersebut, pihak Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) mengambil langkah mediasi dengan mengumpulkan berbagai asosiasi dan forum wisata yang terkait dengan pengelolaan wisata alam Gunung Rinjani pada tanggal 14 April. Kepala Balai TNGR, Yarman, menyatakan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi secara kekeluargaan dan meminta masukan terkait berbagai persoalan yang ada.
Pihak Balai TNGR menegaskan bahwa kuota pendaki sebesar 700 orang per hari telah sesuai dengan daya dukung dan daya tampung Gunung Rinjani. Kuota ini didistribusikan ke enam jalur pendakian, yaitu Senaru (150 orang), Torean (100 orang), Sembalun (150 orang), Timbanahu (100 orang), Tete Batu (100 orang), dan Aiq Beriq (100 orang).
Wisata pendakian Gunung Rinjani memiliki peran penting dalam perekonomian masyarakat sekitar. TNGR melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata, termasuk 179 operator yang memiliki izin pendakian, 458 porter, dan 867 pemandu wisata. Sektor akomodasi, penyewaan peralatan, dan transportasi juga digerakkan oleh masyarakat setempat.
Kontribusi wisata Gunung Rinjani terhadap Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga signifikan. Pada tahun 2024, PNBP mencapai Rp 22,5 miliar, meningkat dari Rp 14,7 miliar pada tahun 2023.