Jawa Tengah Hadapi Potensi Konflik Lahan: Hampir Seperlima Tanah Belum Bersertifikat

Provinsi Jawa Tengah menghadapi tantangan besar terkait legalitas kepemilikan tanah. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa sekitar 19% dari total 2,2 juta hektar lahan di Jawa Tengah belum terpetakan dan disertifikasi. Kondisi ini berpotensi memicu konflik agraria di masa mendatang jika tidak segera ditangani.

"Ada 19 persen dari total 2,2 juta hektare tanah di Jawa Tengah yang belum terpetakan dan tersertifikasi. Dan ini bisa menjadi rentan konflik pada kemudian hari kalau tidak segera dipetakan dan disertifikasi," ujar Nusron di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang, Kamis (17/4/2025).

Menurut Nusron, lahan seluas itu termasuk dalam kategori Areal Penggunaan Lain (APL) di seluruh Jawa Tengah. Status tanah yang belum terpetakan ini beragam, termasuk tanah milik negara, tanah milik masyarakat yang masih berupa persil dengan bukti kepemilikan seperti letter C atau surat keterangan desa. Jenis kepemilikan ini memerlukan proses sertifikasi untuk memperjelas status hukumnya.

Selain masalah sertifikasi, terdapat pula sekitar 348 ribu hektar tanah yang masuk kategori KW456. Tanah ini memiliki sertifikat, namun tidak dilengkapi dengan peta kadastral sebagai lampiran. Ketiadaan peta kadastral ini berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari. Nusron mengimbau para pemilik sertifikat tanah kategori KW456 untuk segera mendaftarkan ulang tanah mereka ke kantor pertanahan setempat dan melakukan pengukuran ulang jika diperlukan.

Pernyataan ini disampaikan Nusron usai acara Dialog Bersama Menteri ATR/BPN dengan Kepala Daerah di Provinsi Jawa Tengah. Dalam kesempatan itu, secara simbolis diserahkan sertifikat tanah Barang Milik Daerah (BMD) kepada pemerintah daerah se-Jawa Tengah. Penyerahan meliputi 31 sertifikat aset BMD Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan 443 sertifikat aset BMD Pemerintah Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah.

Lebih lanjut, Nusron menyoroti pentingnya penataan ruang di Jawa Tengah melalui penerbitan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Ia mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat penyusunan RDTR, dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dan tidak mengganggu lahan sawah produktif.

"Tentang masalah tata ruangnya atau RDTR-nya di Jawa Tengah targetnya 322 RDTR dari target nasional 2.000. Dari 322 itu baru 60 yang sudah ada RDTR-nya. Nah sisanya ini kita sepakat demi untuk memancu investasi masuk," imbuhnya.

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, sependapat dengan Nusron mengenai pentingnya RDTR. Ia menekankan perlunya menjaga kawasan jalur hijau dan ruang terbuka hijau agar tidak dialihfungsikan menjadi bangunan. Luthfi meminta para Bupati dan Walikota untuk lebih berhati-hati dalam pemanfaatan lahan, demi menjaga swasembada pangan di Jawa Tengah.

Dengan demikian, percepatan sertifikasi tanah, pembaruan data pertanahan, dan penyusunan RDTR menjadi kunci untuk menghindari konflik agraria dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan di Jawa Tengah.

Berikut adalah point penting yang perlu diperhatikan:

  • Percepatan sertifikasi tanah: Pemerintah daerah diharapkan segera menyelesaikan proses sertifikasi tanah yang belum bersertifikat.
  • Pembaruan data pertanahan: Pemilik sertifikat tanah kategori KW456 diimbau untuk segera mendaftarkan ulang tanah mereka ke kantor pertanahan setempat.
  • Penyusunan RDTR: Pemerintah daerah didorong untuk mempercepat penyusunan RDTR dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan.