Kejaksaan Agung Bantah Isu Oplosan Pertamax: Kualitas BBM Sesuai Standar, Kasus Terbatas pada Periode 2018-2023
Kejaksaan Agung Bantah Isu Oplosan Pertamax: Kualitas BBM Sesuai Standar, Kasus Terbatas pada Periode 2018-2023
Kejaksaan Agung (Kejagung) secara tegas membantah isu yang beredar luas mengenai dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax. Jaksa Agung ST Burhanuddin, dalam konferensi pers Kamis (6/3/2025), memastikan bahwa Pertamax yang beredar di pasaran saat ini telah memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan pemerintah dan PT Pertamina. Penjelasan ini disampaikan menyusul sorotan publik terhadap kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Burhanuddin menekankan bahwa investigasi yang dilakukan Kejagung khususnya menyasar periode 2018-2023. Dugaan pengoplosan Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92), termasuk pembelian Pertalite dengan harga Pertamax di kilang milik anak pengusaha Riza Chalid, terjadi dalam rentang waktu tersebut. Ia menegaskan, produk Pertamina yang beredar setelah tahun 2023 sama sekali tidak terkait dengan kasus ini. "Mulai 2024 ke sini itu tidak ada kaitan (dengan periode kasus). Artinya, kondisi Pertamax yang ada sudah bagus dan sudah sesuai dengan standar yang ada di Pertamina," tegas Burhanuddin.
Kejagung menjelaskan bahwa sifat BBM sebagai barang habis pakai dengan siklus stok 21-23 hari menjadi faktor penting dalam menyangkal isu tersebut. Stok BBM yang tersedia pada tahun 2024 dipastikan berasal dari pasokan setelah periode investigasi. "Karena bahan bakar minyak adalah barang habis pakai. Dan, jika dilihat dari sisi lamanya stok kecukupan BBM yang berkisar antara 21 sampai 23 hari, maka BBM yang dipasarkan pada tahun 2018-2023 tidak ada lagi stok di dalam tahun 2024," jelas Jaksa Agung.
Kejagung juga meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh informasi yang tidak terverifikasi. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, bahkan mengimbau masyarakat untuk tetap loyal terhadap produk dalam negeri. "Kepada masyarakat, kami imbau jangan tinggalkan Pertamina. Karena, kita harus tetap mencintai produk kita sendiri," ujar Febrie seusai rapat tertutup dengan Komisi III DPR RI pada Rabu (5/3/2025). Febrie menambahkan bahwa Pertamina telah melakukan pengujian kualitas produknya secara terbuka, dan hasil pengujian tersebut meyakinkan penyidik bahwa Pertamax saat ini memenuhi standar yang ditetapkan.
Senada dengan Kejagung, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, memastikan kualitas Pertamax sesuai spesifikasi RON 92. Proses di terminal BBM meliputi injeksi warna dan aditif untuk meningkatkan performa, bukan pengoplosan untuk mengubah RON. Pertamina juga menekankan komitmennya terhadap pengawasan kualitas yang ketat dan kerja sama dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dalam proses distribusi.
Proses "blending" atau pengoplosan yang menjadi pusat perhatian dalam kasus korupsi ini merujuk pada temuan penyidik terkait tujuh tersangka awal. Kejagung sebelumnya menjelaskan bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite dengan harga Pertamax, kemudian mencampurnya (blending) untuk dijual sebagai Pertamax. Namun, Kejagung menegaskan bahwa praktik tersebut hanya terjadi dalam periode investigasi dan tidak lagi terjadi saat ini.
Berikut poin-poin penting penjelasan Kejaksaan Agung:
- Kasus dugaan korupsi di PT Pertamina terjadi pada periode 2018-2023.
- Pertamax yang beredar saat ini telah memenuhi standar dan spesifikasi yang ditetapkan.
- Isu pengoplosan tidak berlaku untuk Pertamax yang beredar setelah tahun 2023.
- Sifat BBM sebagai barang habis pakai mendukung klaim tersebut.
- Masyarakat diminta untuk tidak terprovokasi oleh informasi yang tidak terverifikasi.
- Pertamina telah melakukan pengujian kualitas produk secara terbuka.
Kejagung berharap penjelasan ini dapat meredakan kekhawatiran masyarakat dan mencegah penyebaran informasi yang menyesatkan.