Fasilitas Kesehatan Mangkrak di Lebion: Warga Terpencil Nunukan Kesulitan Akses Layanan Medis
Kondisi memprihatinkan dialami warga Lebion, sebuah kawasan terpencil di Desa Tepian, Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Sebuah bangunan fasilitas kesehatan (faskes) yang diharapkan menjadi solusi akses layanan medis, justru mangkrak dan tidak berfungsi sejak didirikan pada tahun 2017. Ironisnya, selama hampir sembilan tahun, fasilitas tersebut tak kunjung dilengkapi dengan tenaga kesehatan (nakes), memaksa warga untuk menempuh perjalanan jauh keluar desa demi mendapatkan perawatan.
Kepala Desa Tepian, Nurdiansyah, mengungkapkan bahwa selama ini warga mengandalkan Puskesmas Pembantu (Pustu) yang berada di Desa Tepian. Namun, akses menuju Pustu tersebut tidak mudah, karena harus ditempuh melalui jalur air menggunakan perahu. Jarak yang lumayan jauh menjadi kendala tersendiri, terutama bagi warga yang membutuhkan penanganan medis segera. Lebih lanjut, Nurdiansyah menjelaskan bahwa Desa Tepian sebenarnya memiliki dua Pustu, yaitu Pustu Lebion dan Pustu Tepian. Namun, hanya Pustu Tepian yang beroperasi dengan tenaga honorer dan fasilitas yang terbatas. Kondisi ini memaksa sebagian besar warga yang sakit untuk dirujuk ke Kabupaten Tana Tidung (KTT) atau Kota Tarakan, karena lokasinya lebih mudah dijangkau dibandingkan Kota Nunukan.
"Posisi kami lebih dekat ke KTT atau Tarakan dibandingkan ke Nunukan Kota," jelas Nurdiansyah. Akses menuju Nunukan membutuhkan biaya transportasi yang signifikan. Warga harus menyewa speed boat bermesin 40 PK dengan konsumsi bahan bakar sekitar 80 liter. Dengan harga bahan bakar minyak (BBM) Rp 15.000 per liter, total biaya mencapai Rp 1,2 juta. Sementara itu, perjalanan ke Tanah Merah (KTT) hanya membutuhkan 15 liter atau Rp 225.000, dan ke Tarakan sekitar 60 liter atau Rp 900.000. Kondisi ini tentu memberatkan warga, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Nurdiansyah mengaku telah berulang kali menyampaikan keluhan mengenai ketiadaan nakes di Lebion kepada pihak kecamatan, DPRD, dan pemerintah daerah. Namun, hingga saat ini, belum ada solusi konkret yang diberikan.
"Sudah sering kita keluhkan ke Camat, kita sampaikan ke DPRD, ke Pemda, tapi masih belum ada tanggapan. Kita dulu bangun Pustu Lebion itu pakai anggaran desa," ungkapnya dengan nada kecewa.
Menanggapi keluhan warga, Kepala Dinas Kesehatan Nunukan, Miskia, memberikan klarifikasi bahwa bangunan yang dimaksud sebenarnya bukan Pustu, melainkan Posyandu. Oleh karena itu, tidak ada penempatan nakes tetap di sana. Miskia menjelaskan bahwa petugas kesehatan tetap melakukan pemantauan dan kunjungan rutin ke Posyandu Lebion sebulan sekali. Ia mengakui bahwa kekurangan tenaga kesehatan merupakan permasalahan umum yang dihadapi di wilayah pedalaman. Kondisi ini diperparah dengan kebijakan pemerintah pusat yang melarang pengangkatan tenaga honorer. "Kita menunggu SK PPPK yang keluar tahun ini, kita akan lihat apakah memungkinkan (secara regulasi) ditugaskan di Lebion. Terus terang pelarangan untuk mempekerjakan tenaga honor sangat terasa dampaknya, khususnya kita di wilayah perbatasan," ujarnya. Pemerintah daerah berharap agar kebijakan terkait pengangkatan PPPK dapat memberikan solusi terhadap permasalahan kekurangan tenaga kesehatan di wilayah-wilayah terpencil seperti Lebion, sehingga akses layanan medis bagi masyarakat dapat ditingkatkan.