Indonesia Berupaya Redam Tarif Impor AS Melalui Penawaran Insentif dan Kemudahan Perizinan

Indonesia tengah berupaya meredam dampak tarif impor resiprokal yang dikenakan oleh Amerika Serikat (AS) dengan menawarkan berbagai insentif dan kemudahan perizinan kepada perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia. Langkah ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebagai bagian dari strategi negosiasi yang komprehensif antara kedua negara.

Menanggapi pengenaan tarif impor sebesar 32% oleh AS, Indonesia mengambil inisiatif proaktif untuk menciptakan iklim investasi yang lebih menarik bagi perusahaan-perusahaan AS. Airlangga Hartarto menekankan bahwa pemerintah Indonesia akan memfasilitasi perusahaan-perusahaan AS melalui penyederhanaan perizinan dan pemberian insentif yang dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar Indonesia.

Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah Indonesia berencana membentuk tim deregulasi yang bertugas mengkaji dan merevisi berbagai peraturan yang menghambat investasi dan perdagangan. Tim ini akan fokus pada penghapusan hambatan-hambatan birokrasi dan penyederhanaan proses perizinan untuk mempercepat realisasi investasi.

Selain itu, Indonesia juga mempertimbangkan relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk-produk tertentu. Usulan ini sebelumnya disampaikan oleh presiden terpilih Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya fleksibilitas bagi investor dan daya saing industri. Pemerintah sedang mengkaji mekanisme relaksasi TKDN yang tepat, termasuk kemungkinan pemberian insentif bagi perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di sektor-sektor strategis.

Kebijakan deregulasi dan insentif ini tidak hanya ditujukan untuk perusahaan-perusahaan AS, tetapi juga akan diterapkan dalam konteks perjanjian perdagangan lainnya, seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk menciptakan lingkungan investasi yang kondusif bagi semua mitra dagang.

Pengenaan tarif impor resiprokal oleh AS, yang diumumkan pada tanggal 2 April 2025, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha Indonesia. Tarif sebesar 32% yang dikenakan kepada Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang dikenakan kepada negara-negara ASEAN lainnya, seperti Filipina (17%), Singapura (10%), dan Malaysia (24%).

Namun, pemerintah AS telah memberikan masa tenggang selama 90 hari untuk penerapan tarif tersebut, kecuali untuk China. Indonesia termasuk dalam daftar negara yang memperoleh masa tenggang penuh selama tiga bulan. Masa tenggang ini dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi intensif dengan pemerintah AS dan mencari solusi yang saling menguntungkan.

Berikut adalah daftar tarif impor yang dikenakan AS kepada negara-negara ASEAN lainnya:

  • Filipina: 17%
  • Singapura: 10%
  • Malaysia: 24%
  • Kamboja: 49%
  • Thailand: 36%
  • Vietnam: 46%

Dengan menawarkan insentif dan kemudahan perizinan, Indonesia berharap dapat meyakinkan AS untuk menurunkan atau bahkan menghapuskan tarif impor tersebut. Selain itu, Indonesia juga berharap dapat menarik lebih banyak investasi dari perusahaan-perusahaan AS dan memperkuat hubungan ekonomi antara kedua negara.