Kemacetan Parah di Tanjung Priok: Sopir Kontainer Keluhkan Kerugian Akibat Keterlambatan
Kemacetan lalu lintas yang melumpuhkan di sekitar Tanjung Priok, Jakarta Utara, telah memicu keluhan dari para sopir kontainer. Mereka melaporkan peningkatan biaya operasional dan penundaan yang signifikan akibat kemacetan yang terjadi.
Jaya, seorang sopir kontainer berusia 61 tahun, mengungkapkan bahwa perjalanan pendek yang seharusnya hanya memakan waktu beberapa menit, berubah menjadi berjam-jam akibat kemacetan. Ia menggambarkan pengalaman pahitnya terjebak selama enam jam untuk menempuh jarak hanya 500 meter di Jalan Yos Sudarso menuju New Priok Container Terminal (NPCT).
"Kemarin, saya butuh enam jam dari sini (Jalan Yos Sudarso) ke NPCT. Saya berangkat jam 5 subuh dan baru sampai jam 11 siang. Padahal jaraknya paling hanya 500 meter," ujarnya saat ditemui di Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (18/4/2025).
Keterlambatan yang disebabkan oleh kemacetan ini berdampak langsung pada pendapatan para sopir. Jaya mengeluh bahwa kemacetan tersebut telah mengurangi komisinya secara signifikan. Selain kerugian finansial, ia juga harus mengeluarkan uang tambahan untuk membeli makanan karena tidak membawa bekal.
"Iya, karena macet, ongkos jadi lebih boros. Komisi cuma Rp140.000," keluhnya.
Sopir kontainer lainnya, Matsanun (46), juga merasakan dampak serupa. Ia mengatakan bahwa kemacetan menuju Pelabuhan Tanjung Priok semakin parah. Bahkan, ia harus menempuh perjalanan selama satu jam hanya untuk mencapai "Pelabuhan Satu", dan tidak dapat memperkirakan kapan akan tiba di tujuan.
"(Mau ke) Pelabuhan Satu, (macet) baru satu jam, (Perkiraan sampai pelabuhan) Ya enggak tahu. Biasanya mah enggak kayak begini, lancar," kata Matsanun.
Meski harus menghadapi tantangan kemacetan setiap hari, Matsanun tidak punya pilihan lain selain terus bekerja untuk menafkahi keluarganya. Ia mengaku rasa pegal akibat menahan kopling mobil besar sudah menjadi hal biasa dan tidak sebanding dengan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.
"Enggak apa-apa, sudah biasa, untuk mobil gede, sudah biasa, enggak (pegal menahan kopling), karena butuh, iya lebih berat tanggung keluarga daripada nginjek kopling," ucapnya.
Kemacetan di Tanjung Priok tidak hanya merugikan para sopir kontainer, tetapi juga berpotensi mengganggu kelancaran arus barang dan berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. Perlu adanya solusi komprehensif dari pemerintah dan pihak terkait untuk mengatasi masalah kemacetan ini dan memastikan kelancaran logistik di pelabuhan utama Indonesia.