Komnas HAM Mendesak Penyelesaian Hukum Kasus Dugaan Eksploitasi Mantan Pemain Sirkus OCI
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) secara tegas merekomendasikan agar kasus dugaan eksploitasi yang dialami oleh mantan pemain sirkus di bawah naungan Oriental Circus Indonesia (OCI) segera dituntaskan melalui jalur hukum.
Uli Parulian Sihombing, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, menyatakan bahwa langkah hukum ini menjadi krusial mengingat kasus ini telah berlangsung lama dan belum menemukan penyelesaian yang adil. Dalam siaran pers yang disampaikan pada hari Kamis, 17 April 2025, Uli menekankan pentingnya penyelesaian hukum untuk memenuhi tuntutan kompensasi yang diajukan oleh para mantan pemain OCI.
Selain itu, Komnas HAM juga menyoroti perlunya pengungkapan asal-usul para pemain sirkus OCI. Hal ini dianggap penting untuk memastikan kejelasan identitas dan hubungan kekeluargaan para korban.
Komnas HAM telah melakukan pemantauan terhadap kasus anak-anak pemain sirkus di lingkungan OCI, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, sejak tahun 1997. Hasil pemantauan tersebut menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM, termasuk:
- Pelanggaran hak anak untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan kekeluargaan.
- Pelanggaran hak anak untuk bebas dari eksploitasi ekonomi.
- Pelanggaran hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak.
- Pelanggaran hak anak untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan jaminan sosial.
Ironisnya, pada tanggal 22 Juni 1999, Komnas HAM menerima informasi bahwa Direktorat Reserse Umum Polri telah menghentikan penyidikan terkait tindak pidana menghilangkan asal-usul dan perbuatan tidak menyenangkan atas nama FM dan VS.
Kasus ini kembali mencuat pada Desember 2024, ketika Komnas HAM menerima pengaduan dari Ari Seran Law Office yang menyampaikan bahwa permasalahan OCI belum terselesaikan, terutama terkait tuntutan ganti rugi sebesar Rp 3,1 miliar yang diajukan kepada OCI.
Komnas HAM juga menegaskan bahwa pelatihan keras, terutama terhadap anak-anak, tidak boleh mengarah pada penyiksaan. Tindakan penyiksaan terhadap anak merupakan pelanggaran hak anak yang serius.
Selain itu, anak-anak tersebut juga mengalami pelanggaran atas hak untuk memperoleh pendidikan yang layak serta hak untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan jaminan sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelumnya, sejumlah perempuan mantan pemain sirkus OCI telah mengadukan pengalaman pahit mereka kepada Wakil Menteri HAM Mugiyanto pada hari Selasa, 15 April 2025. Mereka mengaku mengalami kekerasan fisik, eksploitasi, dan perlakuan tidak manusiawi selama bertahun-tahun, seperti disetrum, dirantai, dan dipisahkan dari anak-anak mereka. Bahkan, sebagian dari mereka mengaku tidak mengetahui identitas dan asal-usul mereka karena sudah dilatih menjadi pemain sirkus sejak kecil.
Menanggapi tudingan tersebut, pendiri OCI sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah adanya eksploitasi terhadap para pemain sirkus. Tony mengakui bahwa pada era 1970-1980, didikan yang diberikan OCI kepada para pemain sirkusnya memang cukup keras dibandingkan dengan upaya pendisiplinan saat ini. Namun, ia menegaskan bahwa proses latihan di sirkus memang memerlukan kedisiplinan tinggi yang kerap kali melibatkan tindakan tegas, dan hal tersebut dianggap wajar dalam dunia olahraga.
Tony menepis tudingan soal penyiksaan dan menganggap pernyataan para mantan pemain sirkus sebagai upaya sensasional untuk menarik simpati publik. Ia juga menuding adanya upaya pemerasan di balik tuntutan kompensasi senilai Rp 3,1 miliar dan mengklaim memiliki bukti-bukti terkait dugaan tersebut. Tony menyatakan bahwa pihaknya memilih untuk diam agar tidak melukai perasaan mantan anak didiknya, sambil mencari tahu siapa dalang di balik upaya tersebut.