Jeritan Sopir Truk Kontainer di Tengah Kemacetan Tanjung Priok: Antara Beban Keluarga dan Pedal Kopling

Kemacetan parah kembali menghantui Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara, menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Bagi para sopir truk kontainer, pemandangan ini seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas mereka. Namun, di balik kemudi, tersembunyi perjuangan yang lebih besar daripada sekadar menghadapi kemacetan.

Matsanun (46), seorang sopir truk kontainer, mengungkapkan bahwa kemacetan kali ini terasa lebih menggila dari biasanya. Ia memperkirakan sudah satu jam terjebak dalam kepadatan lalu lintas menuju Pelabuhan Satu, tanpa tahu kapan akan tiba. Meskipun demikian, ia menyadari bahwa dirinya harus tetap bekerja keras demi menafkahi keluarganya.

"Sudah biasa untuk mobil gede," ujarnya dengan nada pasrah. Ia menambahkan bahwa menahan lelah karena terus-menerus menginjak kopling saat macet, tidak sebanding dengan beratnya tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Baginya, mencari nafkah untuk keluarga jauh lebih penting daripada rasa pegal yang menghampiri kaki.

Senada dengan Matsanun, Ahmad (40), sopir kontainer lainnya, menceritakan pengalaman pahitnya terjebak macet selama 12 jam di sekitar Marunda, Jakarta Utara, sehari sebelumnya. Bayangkan, setengah hari waktunya habis percuma di jalanan. Namun, demi sesuap nasi, Ahmad tak punya pilihan selain kembali mengemudikan truknya menuju Pelabuhan Tanjung Priok untuk bongkar muatan.

Kisah Matsanun dan Ahmad adalah representasi dari ribuan sopir truk kontainer yang setiap hari berjibaku dengan kemacetan di Jakarta. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yang rela mengorbankan waktu dan tenaga demi menghidupi keluarga tercinta. Di balik kemudi, mereka memikul beban yang jauh lebih berat daripada sekadar menginjak pedal kopling.