Penggunaan Antibiotik Berulang pada Anak: Studi Ungkap Potensi Dampak Jangka Panjang
Penggunaan antibiotik, yang lazim digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit mulai dari infeksi ringan hingga kondisi serius seperti pneumonia, menjadi perhatian tersendiri di kalangan medis. Seringkali, konsumsi antibiotik terjadi tanpa resep dokter atau tidak sesuai dengan anjuran yang tepat.
Sebuah studi baru yang dipublikasikan dalam Journal of Infectious Diseases menyoroti potensi dampak negatif dari penggunaan antibiotik berulang pada masa kanak-kanak terhadap kesehatan di kemudian hari. Penelitian ini menganalisis data kesehatan lebih dari satu juta bayi di Inggris, memantau perkembangan berbagai kondisi pediatrik jangka panjang hingga usia 12 tahun.
Temuan Utama Penelitian
Penelitian ini mengungkapkan bahwa paparan antibiotik yang sering pada anak-anak dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam usus, yang sangat penting untuk kesehatan. Ketidakseimbangan ini meningkatkan risiko perkembangan kondisi alergi seperti:
- Asma
- Alergi makanan
- Rhinitis alergi
Selain itu, studi ini juga mengindikasikan potensi hubungan antara penggunaan antibiotik berulang dengan cacat intelektual, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi hubungan sebab-akibat ini.
Daniel Horton, penulis utama studi ini, menekankan pentingnya kehati-hatian dalam meresepkan antibiotik kepada anak-anak di bawah usia 2 tahun. Penggunaan antibiotik yang sering dapat memengaruhi hasil kesehatan jangka panjang. Hubungan antara penggunaan antibiotik dan risiko kesehatan juga bervariasi tergantung pada jenis antibiotik yang digunakan. Semakin banyak jenis antibiotik yang dikonsumsi seorang anak, semakin tinggi risikonya.
Batasan dan Temuan Tambahan
Penelitian ini juga mencatat bahwa tidak semua masalah kesehatan anak-anak terkait dengan penggunaan antibiotik. Misalnya, tidak ditemukan hubungan signifikan antara penggunaan antibiotik dengan risiko penyakit autoimun seperti penyakit celiac, penyakit radang usus, atau juvenile idiopathic arthritis. Selain itu, tidak ada hubungan yang kuat antara penggunaan antibiotik berulang dengan masalah perkembangan saraf seperti ADHD atau ASD.
Terlepas dari temuan ini, Horton menekankan bahwa antibiotik tetap merupakan obat yang penting dan terkadang dapat menyelamatkan nyawa. Namun, orang tua harus selalu berkonsultasi dengan dokter anak mereka mengenai perawatan terbaik untuk infeksi pada anak-anak.
Kondisi di Indonesia
Di Indonesia, penjualan antibiotik secara bebas di apotek tanpa resep dokter masih menjadi masalah. Data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan bahwa persentase apotek yang menyerahkan antibiotik tanpa resep dokter masih tinggi dari tahun 2021 hingga 2023, meskipun menunjukkan tren penurunan. Hal ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat dan edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan antibiotik yang bertanggung jawab.