Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung: Pemprov Jabar Kecewa atas Putusan PTUN yang Kontroversial

Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) menyatakan kekecewaannya atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung terkait sengketa lahan yang melibatkan SMA Negeri 1 Bandung. Putusan yang dikeluarkan pada 17 April 2025 tersebut memenangkan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK), sebuah organisasi yang mengklaim sebagai penerus Het Christelijk Lyceum (HCL), sebuah perkumpulan yang telah dibubarkan sejak lama.

Analis Hukum Ahli Madya Biro Hukum Setda Pemprov Jabar, Arief Nadjemudin, mengungkapkan bahwa pihaknya merasa putusan tersebut tidak adil dan mengabaikan kepentingan umum. "Menurut kami, ini putusan tidak adil. Pasti ada sesuatu hal yang kita pertimbangkan juga karena ini kaitan dengan kepentingan umum yakni sekolah. Kemudian juga kalau kita lihat di ketentuan hukum dan fakta yang ada, kan harus seimbang," ujarnya.

Lebih lanjut, Arief menjelaskan bahwa Pemprov Jabar telah mengajukan bukti-bukti yang kuat, termasuk dari Kantor Pertanahan/BPN Kota Bandung, yang menunjukkan bahwa sertifikat kepemilikan lahan atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diterbitkan secara sah. "Sertifikat itu diterbitkan secara sah, tidak ada masalah," tegasnya.

Pihaknya juga mempertanyakan legalitas Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) sebagai penggugat. Menurut Arief, klaim PLK sebagai penerus HCL sangat meragukan. "HCL itu kan sudah dibubarkan, tapi kok ada penerusnya, secara logika saja, kalau suatu perkumpulan dibubarkan masa ada yang meneruskan, apalagi perkumpulan ini sudah lama dibubarkan," kata Arief.

Kejanggalan lain yang disoroti adalah tuntutan PLK kepada Kantor Pertanahan/BPN Kota Bandung untuk memperpanjang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang telah berakhir sejak tahun 1980-an. Arief menilai tuntutan ini tidak masuk akal secara hukum, mengingat sertifikat yang dimiliki Pemprov Jabar diterbitkan pada tahun 1990 dan dianggap sah.

Selain itu, Arief juga mengungkapkan bahwa majelis hakim tidak melakukan peninjauan kembali selama persidangan. Pihaknya juga menyampaikan fakta persidangan terkait dugaan pemalsuan akta perkumpulan oleh PLK. "Beberapa fakta diungkapkan bahwa si PLK ini pernah melakukan tindak pidana pemalsuan akta perkumpulannya dan pernah dipidana, ada salah satu pengurusnya," ungkapnya.

Putusan PTUN Bandung dengan Nomor Perkara 164/G/2024/PTUN.BDG mengabulkan gugatan PLK dan membatalkan sertifikat hak pakai atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pengadilan juga memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan/BPN Kota Bandung untuk mencabut dokumen tersebut dan memproses perpanjangan serta menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama PLK.

PLK mengajukan gugatan sejak 4 November 2024 dengan Nomor 164/G/2024/PTUN.BDG, menggugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.