Perjuangan Ibu di Samarinda: Hidup di Gubuk Dekat Rumah Dinas Wali Kota Demi Pendidikan Anak

Di tengah hiruk pikuk Kota Samarinda, Kalimantan Timur, sebuah kontras mencolok terlihat. Tak jauh dari kemegahan rumah dinas Wali Kota, berdiri sebuah gubuk sederhana. Di sanalah, Nurlina, seorang ibu berusia 45 tahun, berjuang bersama kedua anaknya.

Nurlina memilih tinggal di gubuk reyot berukuran kecil yang berlokasi di pinggiran Sungai Karang Mumus, tepatnya di kawasan Jembatan Ruhui Rahayu. Gubuk beratap terpal biru dan berdinding tripleks itu telah menjadi tempat berteduh bagi mereka selama hampir setahun terakhir. Keputusan pahit ini diambil bukan tanpa alasan. Keterbatasan ekonomi memaksa Nurlina untuk memilih antara membayar kontrakan atau terus menyekolahkan kedua buah hatinya di sebuah madrasah swasta.

"Saya lebih baik bertahan di sini, Nak. Biar kalian tetap bisa sekolah," ujarnya lirih, mengenang percakapannya dengan anak-anaknya.

Kondisi gubuk tersebut sangat memprihatinkan. Tanpa aliran listrik, mereka hanya mengandalkan lampu cas atau lampu emergency sebagai penerangan di malam hari. Alas tidur pun hanya berupa kardus-kardus bekas. Namun, di tengah keterbatasan itu, semangat Nurlina untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya tak pernah padam.

Setiap pagi, sebelum matahari terbit, Nurlina bergegas menuju Pasar Segiri. Dengan modal Rp 200.000, ia berjualan berbagai kebutuhan pokok untuk menghidupi keluarganya. Meski penghasilan tak seberapa, Nurlina selalu menyisihkan sebagian untuk biaya sekolah kedua anaknya.

Perjuangan Nurlina ini menarik perhatian Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur. Rina Zainun, Ketua TRC PPA Kaltim, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi Nurlina dan anak-anaknya. Pihaknya segera memberikan bantuan awal berupa sembako, kasur, dan selimut.

"Kondisi tempat tinggal Ibu Nurlina sangat tidak layak. Tidak ada pintu, jendela, hanya beralaskan kardus dan beratapkan terpal. Ini sangat rawan kejahatan dan binatang liar, apalagi beliau tinggal bersama dua anak perempuan," kata Rina.

TRC PPA Kaltim berencana untuk berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, termasuk Kementerian Agama, untuk memastikan anak-anak Nurlina mendapatkan akses pendidikan gratis. Mereka juga berharap Pemerintah Kota Samarinda segera memberikan perhatian dan solusi yang lebih komprehensif.

"Kami yakin, jika Bapak Wali Kota mengetahui kondisi ini, beliau pasti akan segera merespons. Kami akan terus mengawal kasus ini agar Ibu Nurlina dan anak-anaknya bisa mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak dan aman," tegas Rina.

Kisah Nurlina adalah potret perjuangan seorang ibu yang tak kenal lelah demi masa depan anak-anaknya. Di tengah keterbatasan dan kesulitan hidup, ia tetap tegar dan bersemangat memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Semoga kisah ini dapat menginspirasi dan menggugah hati para pemangku kebijakan untuk memberikan perhatian lebih kepada masyarakat yang membutuhkan.