Amerika Serikat Perketat Pemeriksaan Visa: Media Sosial Pengunjung Gaza Jadi Sorotan
Pemerintah Amerika Serikat memperluas cakupan pemeriksaan visa dengan menargetkan aktivitas media sosial para pemohon yang pernah mengunjungi Jalur Gaza sejak awal tahun 2007. Kebijakan ini, yang diumumkan melalui dokumen internal Departemen Luar Negeri AS pada tanggal 17 April 2025, berlaku bagi semua jenis visa, termasuk visa imigran dan non-imigran.
Aturan baru ini secara khusus menyoroti individu yang pernah melakukan perjalanan ke Gaza, tanpa memandang status atau tujuan kunjungan mereka. Ini mencakup pekerja dari organisasi non-pemerintah (LSM), individu yang melakukan perjalanan dinas, serta mereka yang memiliki status diplomatik. Langkah ini menandai peningkatan signifikan dalam pengawasan terhadap potensi ancaman keamanan yang mungkin ditimbulkan oleh individu yang memiliki hubungan dengan wilayah tersebut.
Menurut dokumen tersebut, jejak digital pemohon visa akan dianalisis secara mendalam untuk mengidentifikasi potensi risiko keamanan. Jika ditemukan indikasi yang mencurigakan, pemohon akan dirujuk untuk pemeriksaan lanjutan melalui proses yang dikenal sebagai Security Advisory Opinion (SAO). SAO melibatkan evaluasi komprehensif yang melibatkan berbagai lembaga pemerintah untuk menentukan apakah pemohon tersebut berpotensi membahayakan keamanan nasional Amerika Serikat. Proses ini mencerminkan pendekatan yang lebih hati-hati dan proaktif dalam mengidentifikasi potensi ancaman sebelum individu tersebut diizinkan masuk ke negara tersebut.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas oleh pemerintahan untuk memperketat kontrol perbatasan dan membatasi masuknya individu yang dianggap sebagai risiko potensial. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang menandatangani perintah tersebut pada tanggal yang sama, mengungkapkan bahwa lebih dari 300 visa telah dicabut sejak akhir Maret. Beberapa visa yang dibatalkan tersebut dimiliki oleh mahasiswa asing yang dituduh mendukung Palestina atau mengkritik kebijakan Israel di Gaza. Pemerintah AS menganggap pandangan dan aktivitas mereka sebagai ancaman terhadap kepentingan luar negeri dan sedang mempertimbangkan kemungkinan deportasi.
Langkah-langkah ini telah memicu kontroversi dan kritik dari berbagai pihak. Para kritikus berpendapat bahwa kebijakan baru ini melanggar hak kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Konstitusi AS. Mereka berpendapat bahwa pengawasan media sosial dan pembatalan visa berdasarkan pandangan politik merupakan bentuk penyensoran dan pembungkaman yang tidak dapat diterima. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana pemerintah dapat membatasi hak-hak individu atas dasar potensi risiko keamanan, dan menyoroti ketegangan antara keamanan nasional dan kebebasan sipil.
Berikut adalah beberapa implikasi potensial dari kebijakan baru ini:
- Penundaan dan kesulitan dalam proses permohonan visa: Pemeriksaan media sosial yang lebih ketat dapat memperlambat proses permohonan visa dan menyebabkan penundaan bagi para pemohon. Individu yang pernah mengunjungi Gaza mungkin menghadapi kesulitan tambahan dalam memperoleh visa, bahkan jika mereka tidak memiliki niat jahat.
- Dampak pada pekerja kemanusiaan dan akademisi: Kebijakan ini dapat menghalangi pekerja kemanusiaan dan akademisi yang ingin melakukan perjalanan ke Gaza untuk memberikan bantuan atau melakukan penelitian. Hal ini dapat menghambat upaya untuk meringankan penderitaan masyarakat Gaza dan membatasi pertukaran pengetahuan dan ide.
- Potensi diskriminasi: Para kritikus khawatir bahwa kebijakan ini dapat digunakan untuk menargetkan dan mendiskriminasi individu berdasarkan pandangan politik atau afiliasi mereka. Hal ini dapat menciptakan iklim ketakutan dan menghalangi orang untuk mengekspresikan pandangan mereka secara terbuka.
- Tantangan hukum: Kebijakan baru ini kemungkinan akan menghadapi tantangan hukum atas dasar pelanggaran kebebasan berpendapat dan hak-hak konstitusional lainnya.
Implementasi kebijakan baru ini akan dipantau dengan cermat oleh para advokat hak sipil, kelompok kemanusiaan, dan pemerintah asing. Dampaknya terhadap kebebasan sipil dan hubungan internasional akan menjadi perhatian utama dalam beberapa bulan mendatang.