Dibalik Ketegaran: Mengungkap Luka Tersembunyi Anak Pasca-Perceraian Orang Tua
Perceraian orang tua adalah peristiwa traumatis yang dapat meninggalkan bekas mendalam pada anak-anak. Meskipun seorang anak mungkin tampak tegar dan menerima keadaan setelah perpisahan orang tuanya, bukan berarti mereka tidak mengalami luka batin. Seringkali, ketegaran itu hanyalah sebuah topeng yang menyembunyikan perasaan sakit, kebingungan, dan kesedihan yang mendalam.
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang bercerai seringkali merasa bertanggung jawab untuk menjaga keharmonisan keluarga yang tersisa. Mereka mungkin berusaha menjadi "penyelamat" atau penengah antara orang tua mereka, mencoba meredakan ketegangan dan konflik. Anak-anak ini belajar untuk menekan emosi mereka sendiri dan menampilkan diri sebagai sosok yang kuat dan mandiri, dengan harapan dapat mengurangi beban yang dirasakan oleh orang tua mereka.
Namun, di balik sikap tenang dan mandiri ini, tersembunyi luka yang perlu dikenali. Perubahan perilaku yang subtil dapat menjadi indikasi bahwa seorang anak sedang berjuang untuk mengatasi emosi mereka. Beberapa anak mungkin menjadi terlalu mandiri, menolak bantuan bahkan ketika mereka membutuhkannya. Mereka mungkin juga menarik diri dari interaksi sosial, mengurung diri di kamar, atau enggan berbicara tentang perasaan mereka. Perilaku lain yang perlu diwaspadai termasuk upaya terus-menerus untuk menyenangkan orang lain, kesulitan berkonsentrasi, atau perubahan pola makan dan tidur.
Ketegaran yang ditampilkan anak di depan umum seringkali merupakan mekanisme pertahanan diri. Mereka mungkin tidak ingin menunjukkan kerentanan mereka atau terlihat lemah di hadapan orang lain. Mereka mungkin takut akan penilaian atau tidak ingin menambah kekhawatiran orang tua mereka. Akibatnya, mereka menekan emosi mereka dan berusaha untuk tetap tenang dan terkendali.
Sangat penting bagi orang tua dan orang dewasa lainnya untuk peka terhadap tanda-tanda luka batin pada anak-anak yang mengalami perceraian orang tua. Menciptakan ruang yang aman dan suportif bagi anak untuk mengungkapkan perasaan mereka adalah langkah pertama yang penting. Dengarkan mereka tanpa menghakimi, validasi emosi mereka, dan yakinkan mereka bahwa mereka tidak sendirian. Jika anak mengalami kesulitan untuk mengatasi emosi mereka, bantuan profesional dari psikolog atau konselor dapat sangat bermanfaat.
Tanda-tanda Luka Batin pada Anak Pasca-Perceraian:
- Terlalu mandiri dan menolak bantuan
- Menarik diri dari interaksi sosial
- Enggan berbicara tentang perasaan
- Berusaha terus-menerus menyenangkan orang lain
- Kesulitan berkonsentrasi
- Perubahan pola makan dan tidur
- Mudah marah atau tersinggung
- Menunjukkan perilaku regresif (seperti mengompol atau menghisap jempol)
- Mengalami masalah kesehatan fisik yang tidak dapat dijelaskan
Dengan memberikan dukungan dan perhatian yang tepat, kita dapat membantu anak-anak yang mengalami perceraian orang tua untuk mengatasi luka batin mereka dan tumbuh menjadi individu yang sehat dan bahagia.