Polemik Kehadiran TNI di Kampus UI: Antara Inisiatif Lapangan dan Jaminan Demokrasi
Kontroversi Kehadiran TNI di Kampus Universitas Indonesia
Kehadiran sejumlah anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) di lingkungan kampus Universitas Indonesia (UI) baru-baru ini telah memicu perdebatan publik. Insiden ini terjadi saat berlangsungnya kegiatan konsolidasi nasional mahasiswa di UI, Depok, Jawa Barat.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai bahwa peristiwa ini kemungkinan besar merupakan inisiatif personel di lapangan yang melampaui batas kewenangan, bukan kebijakan yang terstruktur dari atas. Menurutnya, untuk meredam kekhawatiran yang muncul, pimpinan TNI perlu memberikan klarifikasi dan mengoreksi isu-isu yang berkembang di masyarakat.
Fahmi menekankan pentingnya TNI untuk segera menjelaskan apakah kehadiran mereka di UI merupakan bagian dari tugas resmi atau tindakan yang diambil secara mandiri oleh satuan lapangan. Jika tidak ada dasar hukum atau permintaan dari pihak sipil, maka evaluasi internal perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Meskipun kehadiran TNI di UI tidak disertai dengan tindakan represif seperti penangkapan atau intimidasi, peristiwa ini tetap berpotensi menimbulkan keresahan dan menciptakan atmosfer yang tidak kondusif di lingkungan akademik.
Oleh karena itu, Fahmi menyarankan agar pihak kampus memperkuat otonomi akademik dan menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintah. Pemerintah juga diharapkan dapat memastikan bahwa pedoman mengenai pelibatan TNI di ruang sipil dijalankan secara ketat dan tepat, sehingga batas-batas kewenangan menjadi lebih jelas dan tidak disalahartikan di lapangan.
Komitmen Demokrasi dan Supremasi Sipil
Fahmi juga menepis anggapan bahwa peningkatan kehadiran TNI di kampus atau lingkungan sipil merupakan indikasi kembalinya otoritarianisme seperti di masa Orde Baru. Menurutnya, analogi tersebut terlalu jauh dari realitas saat ini. Indonesia masih berada dalam sistem demokrasi yang sehat, dengan kebebasan sipil yang terjamin dan institusi sipil yang dominan. Namun, ia mengakui bahwa trauma masa lalu dapat memicu kekhawatiran terhadap tindakan aparatur negara.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan komunikasi publik yang kuat dan arahan institusional yang tegas agar tidak terjadi bias persepsi. Fahmi menilai bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sejauh ini menunjukkan komitmen yang kuat terhadap demokrasi dan supremasi sipil, serta tidak ada agenda militerisasi ruang sipil secara struktural. Ia menambahkan bahwa koreksi terhadap tindakan semacam ini justru menunjukkan bahwa mekanisme demokratis masih berjalan dan profesionalisme aparat harus tetap menjadi prioritas.
Penjelasan dari TNI dan Universitas Indonesia
Menanggapi isu yang beredar, Rektorat UI menyatakan bahwa mereka tidak mengundang TNI untuk hadir dalam kegiatan konsolidasi mahasiswa tersebut. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menjelaskan bahwa Komandan Distrik Militer (Dandim) 0508/Depok hadir di UI atas undangan seorang mahasiswa dan Kepala Bagian Pengamanan (Kabagpam) UI untuk berdiskusi.