Optimalisasi Koperasi Desa Merah Putih: Strategi Rasionalisasi untuk Efisiensi dan Keberlanjutan
Optimalisasi Koperasi Desa Merah Putih: Strategi Rasionalisasi untuk Efisiensi dan Keberlanjutan
Program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes) yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto pada 3 Maret 2025 memerlukan strategi rasionalisasi yang cermat untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan program. Mengacu pada prinsip efisiensi ekonomi sebagaimana ditekankan oleh Prof. Dr. Ramudi Arifin dalam buku “Koperasi sebagai Perusahaan” (2013), keberhasilan Kopdes bergantung pada pencapaian skala ekonomi. Pendekatan yang keliru dapat mengakibatkan pemborosan sumber daya dan menghambat tujuan utama program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Salah satu isu krusial yang perlu diatasi adalah optimalisasi jumlah Kopdes. Apakah satu Kopdes idealnya melayani satu desa, atau lebih efisien jika beberapa desa bergabung dalam satu koperasi? Wakil Menteri Desa, Ahmad Riza Patria, dalam rapat dengan Menteri Koperasi pada 6 Maret 2025, menekankan pentingnya ‘optimizing economic feasibility’. Beliau menyarankan kerja sama antar desa, misalnya lima hingga sepuluh desa, dalam pendanaan infrastruktur dan gudang koperasi. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kontraksi anggaran pembangunan desa dan meningkatkan efisiensi operasional.
Analisis Kelayakan Ekonomi dan Skala Usaha
Analisis kelayakan ekonomi harus dilakukan secara komprehensif, meliputi aspek pasar dan operasional. Sebagai contoh, jika Kopdes membuka unit usaha toko sembako, layanan untuk satu desa dengan asumsi 2.000 keluarga dan penetrasi pasar 30% akan menghasilkan omzet terbatas. Keuntungan yang diperoleh mungkin tidak cukup untuk menutupi biaya operasional, modal, dan penyusutan. Namun, dengan menggabungkan beberapa desa dalam satu Kopdes, skala ekonomi dapat dicapai. Hal ini memungkinkan pengembangan Sub Distribution Center (DC) untuk melayani jaringan ritel dan toko masyarakat di beberapa desa. Teknologi digital seperti layanan pesan antar dan dropshipping juga dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan anggota sebagai titik pengiriman.
Efisiensi Operasional dan Kelembagaan
Konsolidasi sepuluh desa dalam satu Kopdes menawarkan berbagai potensi efisiensi. Terdapat penghematan biaya pendirian badan hukum, pengembangan SDM, dan prasarana. Dengan satu kantor pusat dan beberapa tempat pelayanan (TP) yang lebih kecil, pengeluaran dapat ditekan secara signifikan. Investasi sarana produksi, seperti mesin pertanian, dapat dibagi penggunaannya antar desa, sehingga mengurangi biaya investasi dan perawatan. Model ini juga memungkinkan efisiensi penggunaan dana desa.
Model Koperasi Multi Pihak (KMP)
Wamendes juga menyoroti peluang penggunaan model koperasi multi pihak (KMP) dengan anggota yang beragam, termasuk individu, badan usaha, dan pemerintah desa (Pemdes). Model ini memungkinkan kolaborasi sumber daya yang lebih besar. Pemdes dapat menjadi anggota dan berkontribusi secara finansial, baik melalui ekuitas maupun investasi modal. Struktur kendali dapat dibagi, misalnya 40% untuk Kelompok Pemerintah, dan 20% masing-masing untuk Kelompok Produsen, Konsumen, dan Investor. Hal ini akan meningkatkan akuntabilitas dan sinergi antar desa.
Namun, penggunaan model KMP membutuhkan penyesuaian regulasi. Permenkop UKM No. 8 Tahun 2021 saat ini membatasi keanggotaan KMP hanya untuk individu. Revisi UU Perkoperasian yang akan datang menjadi momentum untuk menambahkan norma yang memungkinkan keanggotaan badan hukum dalam KMP, sejalan dengan praktik di negara lain seperti Italia, Spanyol, dan Perancis.
Implementasi dan Mitigasi Risiko
Dengan konsolidasi sepuluh desa per Kopdes, target pembentukan 7.000 Kopdes baru dalam setahun dapat dicapai. Manual operasional yang terpadu sangat penting untuk memastikan keselarasan program antar kementerian. Penting juga untuk memperhatikan kelemahan umum koperasi di Asia, yaitu lemahnya komitmen anggota, permodalan, dan kewirausahaan (Kurimoto, 2020). Mitigasi risiko ini dapat dilakukan melalui persyaratan partisipasi modal anggota, pengembangan kelompok keanggotaan berbasis teritorial, dan fasilitasi konsultan bisnis.
Kesimpulannya, rasionalisasi Kopdes melalui konsolidasi desa dan adopsi model KMP merupakan langkah strategis untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan program. Pergeseran paradigma dari ‘70.000 koperasi desa’ menjadi ‘70.000 desa berkoperasi’ selaras dengan upaya efisiensi fiskal pemerintah dan akan memaksimalkan dampak program bagi kesejahteraan masyarakat desa.