Ekonom INDEF: Transformasi Koperasi Desa Jadi Solusi Pengganti Tengkulak Butuh Proses Panjang

Pemerintah memiliki harapan besar terhadap Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih sebagai solusi untuk mengatasi masalah tengkulak dan rentenir yang kerap menghimpit petani. Namun, ekonom dari Institute for Development of Economic Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menyampaikan pandangan yang lebih realistis terkait hal ini.

Tauhid Ahmad menilai bahwa proses untuk menjadikan Kopdes Merah Putih sebagai pengganti peran tengkulak dan rentenir di tingkat desa akan memakan waktu yang tidak singkat. Menurutnya, ada beberapa tantangan mendasar yang perlu diatasi. Salah satunya adalah jumlah koperasi desa yang aktif saat ini masih sangat terbatas.

"Saat ini, jumlah koperasi desa yang benar-benar aktif hanya berkisar di angka empat ribuan. Padahal, idealnya, kita bisa melibatkan sekitar 64 ribu anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) untuk bertransformasi menjadi koperasi," ujar Tauhid.

Ia menjelaskan bahwa sebagian besar anggota Gapoktan saat ini masih berfokus pada sektor budidaya dan distribusi pupuk bersubsidi. Mereka belum memiliki orientasi bisnis yang kuat untuk dapat menjalankan fungsi seperti rentenir atau tengkulak.

"Untuk bertransformasi menjadi lembaga yang mampu memberikan pinjaman atau modal usaha, tentu dibutuhkan waktu dan proses pembelajaran yang panjang," tambahnya.

Selain itu, Tauhid juga menyoroti bahwa jumlah koperasi desa yang aktif saat ini masih sangat sedikit. Ia meragukan bahwa dalam waktu dekat, Kopdes Merah Putih dapat secara signifikan mengurangi peran tengkulak dan rentenir.

"Yang menjadi tantangan utama adalah adanya ikatan sosial dan ekonomi yang kuat antara tengkulak dan petani. Hubungan ini telah terjalin lama dan sulit untuk diputuskan dalam waktu singkat," jelasnya.

Lebih lanjut, Tauhid Ahmad juga tidak dapat memastikan apakah Gapoktan yang bertransformasi menjadi koperasi akan mampu menggantikan peran tengkulak. Menurutnya, selain perubahan organisasi, dibutuhkan pula jiwa bisnis yang kuat untuk menjalankan koperasi secara efektif.

"Menjadi pengurus koperasi membutuhkan kemampuan manajerial dan visi bisnis yang berbeda dengan menjadi petani biasa. Dibutuhkan orang-orang yang memiliki jiwa usaha dan pemahaman tentang pasar yang baik," katanya.

Bahkan, di beberapa daerah, keberadaan tengkulak justru semakin kuat karena fleksibilitas mereka dalam memberikan pinjaman kepada petani atau nelayan. Sebagai contoh, ada tengkulak yang bersedia memberikan pinjaman tanpa agunan, hanya berdasarkan kepercayaan.

"Menurut saya, tengkulak akan tetap eksis. Di beberapa tempat, mereka sangat kuat karena fleksibilitas dan kemudahan yang mereka tawarkan. Koperasi dengan prinsip-prinsip yang lebih formal, tidak selalu dapat meniru cara-cara tengkulak ini. Apalagi, dengan perkembangan teknologi digital saat ini," pungkasnya.