WhatsApp: Pasar Senjata Ilegal yang Merajalela di India

WhatsApp: Pasar Senjata Ilegal yang Merajalela di India

Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Digital Witness Lab di Princeton University mengungkap fakta mengejutkan mengenai peredaran senjata api ilegal di India. Analisis terhadap lebih dari 8.000 pesan di 234 grup WhatsApp publik, yang dilakukan antara April 2024 dan Januari 2025, menunjukkan platform tersebut telah menjadi pasar gelap yang berkembang pesat untuk perdagangan senjata api. Periode penelitian yang mencakup pemilihan umum di India tahun lalu, semakin mempertegas potensi dampak negatif dari aktivitas ilegal ini terhadap stabilitas dan keamanan negara.

Surya Mattu, seorang jurnalis dan insinyur yang memimpin penelitian ini, mengungkapkan keprihatinannya. Menurut Mattu, kemudahan akses dan penyebaran informasi di grup-grup WhatsApp, beberapa di antaranya memiliki ratusan anggota, telah memungkinkan penjualan senjata dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. "WhatsApp telah memfasilitasi penjualan senjata dalam skala yang tidak mungkin dilakukan sebelum adanya platform ini," tegas Mattu dalam pernyataan yang dikutip dari Rest of World. Temuan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai peran platform media sosial dalam memfasilitasi kejahatan dan kurangnya pengawasan yang efektif.

Meskipun Meta, induk perusahaan WhatsApp, mengklaim telah bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di India dan berkomitmen untuk memblokir akun yang terlibat dalam aktivitas ilegal, tanggapan mereka terhadap temuan spesifik penelitian ini masih belum memuaskan. Ketidakmampuan WhatsApp untuk secara efektif memoderasi konten, terutama mengingat enkripsi end-to-end yang diterapkan, menjadi tantangan besar dalam upaya pemberantasan perdagangan senjata ilegal melalui platform ini. Ironisnya, penelitian ini menemukan 12 contoh grup WhatsApp dengan deskripsi yang secara terang-terangan menyebutkan penjualan senjata, informasi yang seharusnya dapat dipantau oleh WhatsApp, menunjukkan kurangnya komitmen perusahaan dalam mencegah aktivitas tersebut.

Masalah ini semakin kompleks mengingat situasi keamanan di India. Data dari Biro Catatan Kejahatan Nasional menunjukkan angka yang mengkhawatirkan: pada tahun 2022, 97% dari 104.390 senjata api yang disita oleh pihak berwenang tidak memiliki izin, merupakan senjata improvisasi, atau buatan sendiri. Peredaran senjata api ilegal yang meluas ini diperparah oleh kemudahan akses melalui platform digital seperti WhatsApp. Sementara platform lain seperti Instagram, X (sebelumnya Twitter), dan Telegram dinilai kurang efektif oleh para penjual senjata karena terbatasnya jangkauan dan preferensi pengguna, WhatsApp, dengan basis pengguna aktif lebih dari 400 juta di India, menawarkan pasar yang jauh lebih luas.

Kasus-kasus serupa sebelumnya telah terungkap. Oktober lalu, polisi Uttar Pradesh menangkap sebuah geng yang terlibat dalam penjualan senjata api melalui Instagram, Facebook, dan WhatsApp. Sebelumnya, Meta juga dituduh memfasilitasi perdagangan senjata api di berbagai negara, termasuk kasus iklan senjata api yang disetujui di Uni Eropa dan daftar senjata api di platform e-commerce Meta di Amerika Serikat. Minimnya pengawasan dan respons yang lambat dari Meta terhadap laporan pelanggaran ini menimbulkan pertanyaan tentang komitmen mereka dalam memerangi kejahatan transnasional yang memanfaatkan platform mereka.

Kesimpulannya, penelitian ini menyoroti urgensi kebutuhan akan kolaborasi yang lebih efektif antara pemerintah India dan perusahaan teknologi dalam menangani perdagangan senjata ilegal di platform digital. Enkripsi end-to-end, meskipun penting untuk privasi pengguna, juga menjadi tantangan utama dalam upaya moderasi konten. Strategi yang komprehensif, melibatkan peningkatan pengawasan, teknologi deteksi yang lebih canggih, dan peningkatan kerja sama internasional, dibutuhkan untuk membendung laju perdagangan senjata api ilegal melalui platform digital seperti WhatsApp di India.