19 April Ditetapkan Sebagai Hari Keris Nasional: Pengakuan Negara Terhadap Warisan Budaya Adiluhung

Pengakuan mendalam terhadap keris sebagai warisan budaya bangsa terwujud dengan ditetapkannya tanggal 19 April sebagai Hari Keris Nasional. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, secara resmi mengumumkan penetapan ini, menandai langkah penting dalam pelestarian dan pengembangan pusaka adiluhung yang kaya akan nilai filosofis, historis, dan artistik.

Acara pencanangan yang berlangsung di Gedung Samantha Krida, Universitas Brawijaya, Malang, menjadi saksi komitmen negara terhadap identitas budaya yang terukir dalam setiap bilah keris. Fadli Zon menegaskan bahwa keris bukan sekadar benda pusaka, melainkan representasi kompleks dari falsafah hidup, spiritualitas, teknologi tradisional, dan kekayaan artistik yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ia juga menambahkan, penetapan Hari Keris Nasional merupakan langkah strategis dalam menyatukan visi dan misi untuk memajukan budaya keris di seluruh Indonesia.

Pemilihan tanggal 19 April memiliki makna historis yang kuat. Tanggal ini mengacu pada momentum penting, yaitu Kongres I Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) di Surakarta. Kongres ini menjadi titik awal bagi perumusan visi dan misi budaya keris secara kolektif oleh para tokoh dan komunitas perkerisan di seluruh nusantara.

SNKI, sebagai organisasi yang lahir dari sinergi antara pemerintah dan komunitas pada tahun 2006, telah menjadi wadah penting bagi pelestarian dan pengembangan keris. Dengan jaringan yang luas, mencakup sekitar 200 paguyuban keris di seluruh Indonesia, SNKI telah diakui sebagai salah satu dari enam organisasi budaya Indonesia yang terakreditasi UNESCO.

Proses penetapan Hari Keris Nasional telah melalui perjalanan panjang sejak tahun 2016, melibatkan partisipasi aktif dari komunitas perkerisan di berbagai daerah. Dukungan yang kuat dari para ahli, kolektor, seniman, dan generasi muda, serta penyusunan proposal dan naskah akademik yang komprehensif, menjadi landasan kuat bagi penetapan ini.

UNESCO sendiri telah mengakui keris sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity pada tanggal 25 November 2005. Meskipun demikian, tanggal tersebut telah diperingati sebagai Hari Guru Nasional dan Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan. Oleh karena itu, pemerintah dan komunitas perkerisan sepakat untuk mencari momentum lain yang lebih spesifik untuk merayakan keris sebagai warisan budaya yang unik.

Keluarga besar SNKI dan berbagai komunitas perkerisan lainnya menyambut baik penetapan Hari Keris Nasional. Mereka menilai bahwa langkah ini merupakan wujud komitmen negara dalam merawat dan memajukan warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, menyampaikan kebanggaannya atas terpilihnya kampus UB sebagai lokasi pencanangan Hari Keris Nasional. Ia menekankan bahwa keris memiliki keterkaitan erat dengan ilmu pengetahuan, sejarah, dan pendidikan, sehingga universitas memiliki peran penting dalam melestarikan dan mengembangkan warisan ini.

Acara pencanangan Hari Keris Nasional juga dirangkaikan dengan gelaran "Brawijayan Mondiacult 2025", sebuah forum budaya internasional yang bertujuan untuk mempromosikan diplomasi budaya Indonesia melalui seni dan warisan. Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Walikota Malang, Bupati Sumenep, Bupati Ponorogo, serta perwakilan komunitas perkerisan dari seluruh Indonesia.

Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, berharap bahwa Hari Keris Nasional akan menjadi momentum penting untuk memperkuat ekosistem keris secara menyeluruh, mulai dari perlindungan para empu, digitalisasi koleksi keris, penguatan pendidikan budaya, hingga promosi keris di tingkat internasional.