Tragedi Laut Aral: Aktivitas Manusia Picu Anomali Geologis Puluhan Tahun
Dampak Pengeringan Laut Aral Terhadap Dinamika Bumi Terungkap dalam Riset Terbaru
Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Geoscience mengungkapkan dampak dramatis pengeringan Laut Aral di Asia Tengah terhadap dinamika lapisan Bumi. Bencana lingkungan yang disebut sebagai 'Chernobyl yang tenang' ini, bukan disebabkan oleh reaktor nuklir, melainkan oleh pengalihan aliran sungai untuk irigasi pada tahun 1960-an, telah memicu fenomena geologis yang berlangsung hingga kini.
Laut Aral, yang dulunya merupakan danau terbesar keempat di dunia, mengalami penyusutan drastis akibat penguapan air yang masif. Dalam kurun waktu 80 tahun terakhir, danau ini kehilangan sekitar 1,1 triliun ton air. Hilangnya massa air yang signifikan ini mengakibatkan kerak Bumi mengalami perubahan yang tak terduga.
"Hilangnya massa air yang setara dengan 150 Piramida Agung Giza itu begitu signifikan sehingga awalnya menyebabkan kerak Bumi sedikit terpantul, seperti pegas terkompresi yang telah dilepaskan," ungkap Simon Lamb, profesor ilmu Bumi dari Victoria University of Wellington, Selandia Baru, yang turut mengomentari penelitian ini.
Penelitian ini menunjukan bahwa permukaan tanah di sekitar bekas Laut Aral terus mengalami pengangkatan, bahkan beberapa dekade setelah air menguap. Anomali ini terdeteksi melalui teknik penginderaan jauh satelit Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR), yang mampu mengukur perubahan halus pada permukaan Bumi.
Pengukuran InSAR antara tahun 2016 hingga 2020 menunjukkan adanya tonjolan pada daratan dalam radius 500 kilometer di sekitar pusat Laut Aral. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa tonjolan tersebut terus tumbuh sekitar 7 milimeter per tahun selama periode pengamatan.
Para ilmuwan meyakini bahwa pengangkatan ini merupakan respons mantel Bumi terhadap hilangnya beban air di permukaan. Mantel Bumi, yang terdiri dari batuan kental, mampu 'mengalir' untuk mengisi ruang yang ditinggalkan oleh material yang dipindahkan oleh berat batuan dan air di atasnya.
"Laut Aral, meskipun tidak pernah terlalu dalam, pada masa kejayaannya cukup lebar sehingga beratnya dapat dirasakan di Bumi pada kedalaman puluhan hingga ratusan kilometer," jelas Lamb.
Pengangkatan wilayah Laut Aral, yang mencapai total 40 mm antara tahun 2016 hingga 2020, diperkirakan akan terus berlanjut selama beberapa dekade mendatang. Fenomena ini menjadi bukti nyata bagaimana aktivitas manusia dapat memengaruhi dinamika internal Bumi.
Kondisi Laut Aral saat ini sangat memprihatinkan. Pada tahun 2007, ketinggian air sangat rendah sehingga salah satu dari dua danau yang terbentuk pada tahun 1986 terbelah lagi menjadi dua. Pada tahun 2020, salah satu dari tiga cekungan yang tersisa menghilang sepenuhnya. Kekeringan Laut Aral telah menyebabkan dampak ekologis dan ekonomis yang signifikan, termasuk penggurunan dan kekeringan yang semakin parah. Bencana ini menjadi pengingat akan pentingnya pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
- Hilangnya air di Laut Aral picu pengangkatan daratan.
- Pengukuran InSAR mengungkap tonjolan di sekitar Laut Aral.
- Mantel Bumi merespons hilangnya beban air.
- Pengangkatan diprediksi berlanjut selama beberapa dekade.
- Aktivitas manusia pengaruhi dinamika Bumi.