Indonesia Percepat Regulasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir untuk Keamanan Energi Nasional
Pemerintah Indonesia menunjukkan keseriusan dalam mengembangkan energi bersih dan berkelanjutan dengan mempercepat persiapan regulasi terkait Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya memperkuat sistem kelistrikan nasional dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN), mengungkapkan bahwa pengembangan PLTN menjadi salah satu prioritas utama. Dalam sidang perdana Anggota DEN Tahun 2025, Bahlil menekankan pentingnya mempersiapkan segala regulasi yang diperlukan untuk mendukung implementasi PLTN.
"RUPTL 2025-2034 sudah dalam proses finalisasi untuk dilaporkan kepada Bapak Presiden. Di dalam RUPTL tersebut, salah satu diantaranya adalah PLTN," jelas Bahlil. Menurutnya, PLTN direncanakan mulai beroperasi pada tahun 2030 atau 2032. Persiapan regulasi yang matang menjadi krusial untuk memastikan keamanan, efisiensi, dan keberlanjutan operasional PLTN.
Bahlil meyakini bahwa PLTN adalah sumber energi baru yang ekonomis dan dapat diandalkan untuk memperkuat sistem kelistrikan nasional. Selain itu, pemanfaatan energi nuklir akan membantu mengurangi penggunaan energi listrik yang bersumber dari bahan bakar fosil, sehingga berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim.
Namun, Bahlil menekankan bahwa implementasi PLTN harus disertai dengan sosialisasi yang komprehensif kepada masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat dan risiko penggunaan energi nuklir, serta memastikan dukungan publik terhadap pengembangan PLTN.
Selain fokus pada PLTN, Sidang Anggota DEN juga membahas mengenai Cadangan Penyangga Energi (CPE). Bahlil mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan minyak nasional. Konsumsi minyak nasional saat ini mencapai 1,5 - 1,6 juta barel per hari, sementara produksi minyak dalam negeri hanya berkisar antara 580 ribu - 610 ribu barel per hari.
Untuk mengatasi defisit tersebut, Presiden RI mengarahkan untuk membangun kilang minyak berkapasitas 1 juta barel. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor minyak.
Sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden, Bahlil akan membentuk tim yang melibatkan Kementerian ESDM, SKK Migas, PT Pertamina (Persero), dan DEN untuk melakukan kajian mendalam terkait kelayakan pembangunan kilang minyak. Kajian ini akan mencakup aspek teknis, ekonomis, dan lingkungan, serta mempertimbangkan potensi dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Inisiatif-inisiatif ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sektor energi yang lebih berkelanjutan, aman, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.