Polemik Pemeriksaan Febri Diansyah: PDIP Sejalan dengan MAKI, Pertanyakan Motif KPK dalam Kasus Hasto Kristiyanto

Keterkaitan Febri Diansyah, mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini menjadi pengacara Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, dalam pusaran kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) dengan tersangka Harun Masiku, terus menuai sorotan.

Pemeriksaan Febri oleh KPK, dengan alasan pernah mengikuti ekspose perkara tersebut, memicu reaksi keras dari PDIP. Juru bicara PDIP, Guntur Romli, dalam keterangannya kepada media, mengkritik langkah KPK tersebut. Ia menuding KPK tengah mencari "kambing hitam" dan mengalihkan perhatian dari kegagalan menangkap Harun Masiku.

"Dalam kasus ini, KPK hanya terus mencari 'kambing hitam', gagal menangkap Harun Masiku, Hasto yang dikriminalisasi, Febri Diansyah yang jadi target kriminalisasi selanjutnya," ujar Guntur, menyiratkan kekhawatiran akan adanya upaya kriminalisasi terhadap Febri sebagai pengacara Hasto.

Kritik PDIP ini selaras dengan pandangan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, sebelumnya menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Febri tidak relevan dengan substansi kasus. Ia berpendapat tidak ada larangan bagi mantan pegawai KPK untuk menjadi pengacara tersangka kasus korupsi.

Guntur Romli mengamini pernyataan Boyamin, bahkan mempertanyakan motif KPK memeriksa Febri Diansyah. Ia menduga KPK merasa kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto dipaksakan dan sarat politisasi. Selain itu, Guntur menyinggung mengenai kasus Harun Masiku yang tak kunjung selesai.

"Kami setuju dengan Boyamin, karena itu kami heran kenapa KPK melakukan intimidasi kepada Febri Diansyah dengan memeriksanya, karena KPK ketakutan kasus yang dipakai untuk menjerat Sekjen PDI Perjuangan itu mengada-ada, dipaksakan, ini politisasi kasus hukum," kata Guntur.

Guntur juga menyoroti fakta bahwa KPK belum berhasil menemukan Harun Masiku, meskipun dua putusan pengadilan pada tahun 2020 telah menyebut namanya. Ia kemudian mempertanyakan tindak lanjut KPK terhadap pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus suap tersebut, khususnya mereka yang bukan berasal dari kader PDIP.

"Kalau KPK mau konsisten dengan kasus ini harusnya temukan dulu Harun Masiku yang disebut dalam 2 putusan pengadilan tahun 2020, atau mengusut Rossa Muhammad Thamrin yang terbukti menyuap Wahyu Setiawan dengan uang Rp 500 juta yang uangnya dari Domingus Mandacan. Apa karena Rossa-Domingus bukan kader PDI Perjuangan atau apa karena mereka menyetor uang ke KPK sehingga sampai saat ini tidak ditindak?" Tanya Guntur.

Boyamin Saiman dari MAKI menekankan bahwa fokus utama KPK seharusnya adalah menuntaskan penyidikan kasus Harun Masiku secara menyeluruh, termasuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat, seperti tersangka Donny Tri. Menurutnya, pemeriksaan Febri Diansyah tidak terlalu urgen dan relevan.

"Saya kira tidak terlalu urgen dan relevan bahwa Febri pernah ikut ekspose karena nyatanya memang tidak ada larangan apa pun pimpinan maupun pegawai KPK jadi lawyer perkara korupsi yang ditangani KPK," kata Boyamin.

"Menurut saya sih ke substansi saja bahwa KPK mampu dan harus mampu menyidik perkara Harun Masiku secara sempurna, baik yang melibatkan tersangka Hasto maupun yang belum disidangkan seperti tersangka Donny Tri," ujar Boyamin menambahkan.