Hakim Djuyamto Diduga Terlibat Suap Vonis Lepas CPO, Titipkan Ratusan Juta Rupiah ke Satpam Pengadilan

Kejaksaan Agung terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan suap terkait vonis lepas perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan sejumlah oknum hakim. Terbaru, Hakim Djuyamto, yang kini berstatus tersangka, diketahui menitipkan sebuah tas berisi uang tunai senilai ratusan juta rupiah kepada seorang petugas keamanan (satpam) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sebelum penetapannya sebagai tersangka.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa total uang yang ditemukan dalam tas tersebut mencapai Rp 550 juta. Rinciannya, terdiri dari Rp 48,7 juta dalam pecahan rupiah dan 39.000 Dollar Singapura (SGD), yang jika dikonversikan ke dalam rupiah setara dengan Rp 501,7 juta (dengan kurs Rp 12.865). Selain uang tunai, di dalam tas tersebut juga ditemukan sebuah cincin bermata hijau dan dua unit telepon seluler.

Tas tersebut telah diserahkan oleh satpam PN Jakarta Selatan kepada penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada hari Rabu, 16 April 2025. Langkah ini menjadi bagian dari proses pengumpulan bukti dan pengembangan penyidikan yang lebih mendalam.

Dalam kasus suap ini, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Selain Djuyamto, tersangka lainnya termasuk:

  • WG (Wahyu Gunawan): Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara
  • Marcella Santoso (MS): Advokat
  • Ariyanto (AR): Advokat
  • Muhammad Syafei (MSY): Social Security Legal Wilmar Group
  • MAN (Muhammad Arif Nuryanta): Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan
  • Agam Syarif Baharuddin (ASB): Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pusat
  • Ali Muhtarom (AM): Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pusat

Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Djuyamto, selaku ketua majelis hakim dalam perkara ekspor CPO, diduga menerima uang suap senilai Rp 6 miliar dari tersangka Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Arif sendiri diduga menerima uang suap sebesar Rp 60 miliar dari tersangka Muhammad Syafei, yang merupakan tim legal Wilmar, melalui perantara Wahyu Gunawan.

Uang suap tersebut diduga diberikan dengan tujuan untuk memengaruhi putusan perkara agar menyatakan bahwa perbuatan tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, bukanlah suatu tindak pidana atau ontslag.

Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai oleh Djuyamto memang menyatakan bahwa ketiga perusahaan tersebut terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan dalam dakwaan primer maupun subsider penuntut umum. Namun, majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan tersebut bukanlah merupakan suatu tindak pidana, sehingga para terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum (ontslag). Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai integritas penegakan hukum di Indonesia.