Industri Tembakau Nasional Terancam Intervensi Asing dan Regulasi Kontroversial

Industri Tembakau Nasional Terancam Intervensi Asing dan Regulasi Kontroversial

Industri tembakau nasional, yang merupakan tulang punggung ekonomi dan sumber penghidupan jutaan masyarakat Indonesia, kini menghadapi tantangan serius yang mengancam keberlangsungannya. Selain tekanan ekonomi global, industri ini juga berjuang melawan intervensi asing dan kebijakan pemerintah yang kontroversial.

Sejumlah pihak menilai, kampanye anti-rokok yang didanai oleh lembaga asing memiliki agenda tersembunyi untuk menghancurkan industri tembakau nasional. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing dituding berperan aktif dalam melemahkan industri ini melalui berbagai cara, termasuk penyebaran informasi yang menyesatkan di media sosial. Dana asing mengalir ke Indonesia untuk membiayai kampanye anti-rokok yang sistematis.

"Beberapa pihak di Indonesia menerima dana ini untuk melakukan kampanye anti-rokok di negara ini," ujar Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin.

Intervensi asing ini dianggap sebagai bentuk penjajahan baru yang mengancam kedaulatan Indonesia. Kretek, sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya nusantara, kini terancam punah akibat agenda yang dipaksakan dari luar.

Tak hanya intervensi asing, industri tembakau juga menghadapi tantangan dari kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dituding memasukkan agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) secara tidak langsung. FCTC adalah konvensi internasional yang digunakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mempengaruhi kebijakan domestik negara-negara di seluruh dunia.

"Indonesia tidak meratifikasi FCTC, namun kebijakan seperti wacana kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes menunjukkan bahwa LSM-LSM yang mengatasnamakan kesehatan ini terus mendorong poin-poin pada FCTC untuk diadopsi dalam bentuk regulasi," jelas Khoirul.

Di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil, industri tembakau nasional berpotensi menjadi penyelamat. Pada tahun 2024, industri ini menyumbang 4,22% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp216,9 triliun.

Namun, keberadaan industri ini terancam oleh agenda lembaga asing yang merugikan masyarakat secara keseluruhan. Jutaan petani tembakau, buruh pabrik, pedagang kecil, dan pekerja lain yang bergantung pada industri ini kini menghadapi ketidakpastian.

Khoirul mendesak pemerintah untuk menghentikan intervensi lembaga asing dalam kebijakan nasional. Ia menegaskan bahwa Indonesia adalah negara berdaulat yang berhak menentukan kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya sendiri.

"Pemerintah harus berpikir adil, jangan mau disetir oleh asing dengan mengamini segala hal yang disampaikan oleh asing," tegasnya.

Khoirul mendorong pemerintah untuk memastikan keberlangsungan sektor industri tembakau nasional dan ekosistemnya, yang menyerap banyak tenaga kerja dari hulu hingga hilir. Diperkirakan ada sekitar 6 juta orang yang bergantung pada industri tembakau nasional.