Dakwaan Korupsi terhadap Tom Lembong: Polemik Kebijakan Impor Gula dan Peran Koperasi TNI-Polri

Dakwaan Korupsi terhadap Tom Lembong: Polemik Kebijakan Impor Gula dan Peran Koperasi TNI-Polri

Sidang perdana mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (6/3/2025) telah menyita perhatian publik. Tom Lembong didakwa melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 578 miliar terkait kebijakan impor gula pada periode 2015-2016. Sidang tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk istri Tom Lembong, Fransisca Wihardja, dan mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang turut memberikan dukungan moral. Istri Tom Lembong, yang ditemui awak media seusai persidangan, menyatakan keyakinannya terhadap ketidakbenaran dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dakwaan Jaksa: Pelanggaran Prosedur dan Kerugian Negara

JPU mendakwa Tom Lembong melakukan pelanggaran prosedur dalam penerbitan Persetujuan Impor (PI) untuk gula. Dakwaan tersebut berfokus pada beberapa poin utama. Pertama, JPU mempersoalkan penunjukan 10 perusahaan swasta sebagai penerima PI, tanpa melalui Rapat Koordinasi antar kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Tujuh dari sepuluh perusahaan tersebut merupakan importir gula rafinasi, bukan importir gula kristal mentah (GKM) yang berhak mengolahnya menjadi gula kristal putih (GKP). Hal ini, menurut JPU, telah melanggar aturan yang berlaku.

Kedua, JPU menyoroti keputusan Tom Lembong dalam menunjuk koperasi TNI-Polri, yaitu Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri, dan Inkopkar, untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN seperti Perum Bulog. Jaksa berpendapat bahwa keputusan tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya dan telah menyebabkan kerugian negara. JPU merinci proses impor gula yang dilakukan oleh koperasi-koperasi tersebut, termasuk kerja sama dengan sejumlah perusahaan swasta importir gula rafinasi, yang mengakibatkan selisih pembayaran pajak dan bea masuk yang merugikan keuangan negara.

JPU juga menjabarkan rincian kerugian negara senilai Rp 578 miliar yang berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian tersebut, menurut JPU, terdiri dari dua bagian utama: selisih harga pembelian gula kristal putih (GKP) yang dibeli PT PPI dari importir dengan harga patokan petani (HPP), dan selisih pembayaran bea masuk dan PDRI akibat impor GKM alih-alih GKP. Rincian lengkap kerugian tersebut diuraikan oleh JPU dalam persidangan.

Tanggapan Pihak Terdakwa: Kekecewaan dan Bantahan

Tom Lembong menyatakan kekecewaannya terhadap dakwaan yang diajukan JPU, khususnya terkait kurang jelasnya perhitungan kerugian negara dan tidak adanya lampiran audit BPKP yang mendetail. Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, dalam eksepsi yang disampaikan, mempertanyakan kewenangan BPKP dalam melakukan audit impor gula periode 2015-2016, mengingat audit yang sama telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan menyatakan tidak ada kerugian negara. Selain itu, kuasa hukum juga mempersoalkan dasar perhitungan harga yang digunakan oleh JPU, yang menurutnya tidak tepat karena mengacu pada HPP, sedangkan pembelian gula dilakukan dari importir sekaligus produsen, bukan petani.

Sidang ini masih akan berlanjut dengan pembuktian dari kedua belah pihak. Perkara ini menyoroti kompleksitas regulasi impor, peran BUMN dan koperasi dalam stabilisasi harga pangan, serta pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Ke depan, publik menantikan bagaimana hakim akan menilai bukti dan argumen yang diajukan oleh JPU dan pihak terdakwa untuk menentukan keputusan yang adil dan objektif.

Daftar perusahaan swasta yang disebut dalam dakwaan:

  • PT Angels Products
  • PT Makassar Tene
  • PT Sentra Usahatama Jaya
  • PT Medan Sugar Industry
  • PT Duta Sugar International
  • PT Berkah Manis Makmur
  • PT Kebun Tebu Mas
  • PT Dharmapala Usaha Sukses
  • PT Permata Dunia Sukses Utama
  • PT Andalan Furnindo