Polemik Oriental Circus Indonesia: Mantan Pemain Sirkus Mengklaim Kekerasan, Taman Safari Indonesia Membantah Keterkaitan
Gelombang kontroversi menerpa Taman Safari Indonesia (TSI) setelah munculnya pengakuan dari sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) terkait dugaan tindak kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi yang mereka alami selama bekerja. Laporan ini, yang diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM oleh para mantan pemain sirkus, mengklaim adanya praktik perbudakan dan kekerasan yang terjadi puluhan tahun silam.
Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, mengungkapkan melalui akun Instagramnya bahwa ia telah menerima audiensi dari para korban yang mengaku mengalami kekerasan, pelecehan, dan dugaan perbudakan. Pengakuan para korban ini kemudian viral di media sosial dan memicu reaksi keras dari warganet. Kementerian HAM merespons laporan tersebut dengan memanggil pihak TSI untuk memberikan klarifikasi.
Komisaris TSI, Tony Sumampouw, dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa laporan tersebut salah alamat. Menurutnya, TSI tidak memiliki kaitan dengan permasalahan yang dialami oleh mantan pemain OCI. Tony menjelaskan bahwa sebagian mantan pemain sirkus OCI berasal dari panti asuhan dan mulai mengenal dunia sirkus sejak usia dini.
Tony juga menyinggung laporan serupa yang pernah diajukan kepada Komnas HAM pada tahun 1997 terkait dugaan kekerasan. Saat itu, Komnas HAM membentuk tim investigasi untuk menelusuri latar belakang keluarga para pelapor. Tony mengenang keterlibatan Hamdan Zoelva dan Poltak Hutajulu dari Komnas HAM dalam upaya pencarian orang tua para mantan pemain sirkus. Ia juga menyebut bahwa anak-anak tersebut telah diasuh di panti asuhan sejak bayi dan kemudian diperkenalkan dengan pelatihan sirkus pada usia 6 atau 7 tahun.
Legal & Corporate Secretary TSI, Bara Tamardi Kusno, menegaskan bahwa TSI dan OCI adalah entitas yang berbeda secara legal dan operasional. OCI berdiri sejak 1967 dan berhenti beroperasi sekitar tahun 1997, sementara TSI didirikan pada 1981 dan fokus pada konservasi satwa. Bara juga membantah adanya hubungan bisnis atau kerja sama antara kedua entitas tersebut, meskipun terdapat kesamaan pemilik. Ia juga menambahkan bahwa pertunjukan sirkus OCI tidak pernah diselenggarakan di dalam kawasan Taman Safari.
Bara juga mengungkapkan bahwa TSI pernah menerima somasi dari kuasa hukum mantan pemain OCI yang menuntut kompensasi senilai Rp 3,1 miliar. Namun, setelah dilakukan pengecekan, TSI tidak menemukan bukti bahwa orang-orang yang disebutkan adalah karyawan TSI, sehingga somasi tersebut ditolak. Bara berharap masyarakat dapat melihat permasalahan ini dengan jernih dan tidak mencampuradukkan isu yang berbeda. Ia menyayangkan pencatutan nama TSI yang merugikan reputasi perusahaan dan mengancam akan mengambil tindakan hukum jika diperlukan.
Berikut adalah poin-poin utama yang mengemuka dalam polemik ini:
- Laporan Dugaan Kekerasan: Mantan pemain OCI melaporkan dugaan kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi yang dialami selama bekerja di sirkus.
- Bantahan TSI: Pihak TSI membantah keterkaitan dengan permasalahan OCI dan menyatakan bahwa laporan tersebut salah alamat.
- Perbedaan Entitas: TSI menegaskan bahwa TSI dan OCI adalah entitas yang berbeda secara legal dan operasional.
- Ancaman Tindakan Hukum: TSI mengancam akan mengambil tindakan hukum jika pencatutan nama perusahaan terus berlanjut.
Kasus ini masih menjadi perhatian publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai tanggung jawab dan keadilan bagi para pihak yang terlibat.