Kontroversi Kehadiran Militer di Kampus: Mengenang Era Orde Baru?

Polemik Kehadiran TNI di Lingkungan Akademis: Sebuah Refleksi Sejarah

Kehadiran personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) di lingkungan kampus baru-baru ini memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat. Beberapa pengamat dan akademisi mengkhawatirkan fenomena ini sebagai indikasi kemunduran iklim demokrasi, serta mengingatkan akan memori kelam masa pemerintahan Orde Baru, di mana militer memiliki peran yang sangat signifikan dalam berbagai aspek kehidupan sipil, termasuk dunia pendidikan.

Al Araf, seorang peneliti senior Imparsial dan Ketua Centra Initiative, menyoroti bahwa praktik militerisasi kampus bukanlah hal baru. Ia merujuk pada era 1970-an dan 1980-an, di mana intervensi militer di lingkungan kampus, seperti yang terjadi di Institut Teknologi Bandung (ITB), menjadi pemandangan yang umum. Munculnya kembali fenomena ini, menurut Araf, menandakan kemunduran dalam tata kelola pertahanan negara, di mana militer kembali memasuki wilayah yang seharusnya menjadi ranah kebebasan akademik.

Khairul Fahmi, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) sekaligus pengamat militer, berpendapat bahwa insiden masuknya TNI ke kampus lebih disebabkan oleh inisiatif yang berlebihan di tingkat lapangan daripada kebijakan yang sistematis. Fahmi menduga bahwa anggota TNI di lapangan mengambil tindakan berdasarkan penilaian subjektif tanpa mempertimbangkan batasan kewenangan yang ada. Ia menekankan pentingnya bagi pimpinan TNI untuk memberikan klarifikasi dan meluruskan isu-isu yang berkembang di masyarakat guna mencegah kesalahpahaman dan menjaga citra institusi.

Sejak Maret 2025, setidaknya tercatat lima insiden yang melibatkan kehadiran TNI di lingkungan kampus, antara lain:

  • Pertemuan antara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Kodim 0701 Banyumas sebagai respons terhadap aksi protes terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI.
  • Laporan mahasiswa Papua tentang perasaan terancam akibat surat permintaan data mahasiswa dari Komando Distrik Militer 1707/Merauke.
  • Pengumuman kerja sama antara TNI dan Universitas Udayana.
  • Kedatangan anggota TNI dalam diskusi tentang "Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik” di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang.
  • Kehadiran TNI di Universitas Indonesia (UI) saat berlangsungnya kegiatan BEM.

Menanggapi berbagai kritikan dan kekhawatiran yang muncul, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa TNI tidak melakukan intimidasi terhadap mahasiswa saat berada di lingkungan kampus. Ia menilai bahwa persepsi tentang intimidasi tersebut merupakan upaya untuk merongrong pemerintah dengan memojokkan TNI dan mahasiswa.

Kristomei menjelaskan bahwa kehadiran TNI di kampus UI, misalnya, adalah atas undangan mahasiswa yang telah menjalin hubungan baik dengan institusi tersebut. Ia menepis anggapan bahwa TNI mengawasi jalannya diskusi dan menegaskan bahwa peristiwa tersebut tidak ada kaitannya dengan upaya mengembalikan dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru. Ia menilai bahwa ketakutan akan kembalinya dwifungsi ABRI merupakan kekhawatiran yang berlebihan.

Kontroversi seputar kehadiran TNI di kampus ini mencerminkan kompleksitas hubungan antara militer dan masyarakat sipil di Indonesia. Di satu sisi, TNI memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan stabilitas negara. Namun, di sisi lain, kehadiran militer di lingkungan akademis dapat menimbulkan kekhawatiran tentang kebebasan berekspresi dan otonomi kampus. Oleh karena itu, dialog yang konstruktif dan transparan antara semua pihak terkait sangat diperlukan untuk mencari solusi yang terbaik bagi bangsa dan negara.