Jejak Sejarah dan Budaya Rembang: Dari Ritual Tebu Pengantin hingga Kenangan Kartini
Rembang: Simpul Sejarah, Budaya, dan Perjuangan Kartini
Rembang, sebuah kabupaten yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah, menyimpan kekayaan sejarah dan budaya yang memikat. Lebih dari sekadar lanskap alam yang indah, Rembang adalah saksi bisu perjalanan panjang peradaban, dari asal-usul namanya yang unik hingga perannya dalam perjuangan emansipasi wanita yang dipelopori oleh Raden Ajeng Kartini.
Asal-Usul Nama Rembang: Kisah Tebu Pengantin
Nama "Rembang" ternyata memiliki akar yang dalam dalam tradisi agraris masyarakat setempat. Menurut catatan kuno, pada abad ke-15, sekelompok keluarga ahli gula tebu dari Campa Banjarmlati melakukan perjalanan ke arah barat dan menetap di sebuah wilayah yang dipenuhi pohon bakau. Mereka kemudian mendirikan perkampungan bernama Kabongan. Pada suatu waktu, mereka mengadakan ritual unik yang disebut Ngrembang Sakawit. Ritual ini melibatkan pemotongan dua batang tebu yang diperlakukan sebagai "tebu pengantin". Upacara ini diadakan pada hari Rabu Legi, Minggu Kasadha. Dari sinilah nama "Rembang" berasal, sebuah penghormatan terhadap tradisi pertanian dan kearifan lokal.
Rembang dalam Lintasan Sejarah
Kabupaten Rembang secara resmi dibentuk pada tahun 1950, namun sejarahnya jauh lebih panjang dari itu. Hari jadinya ditetapkan pada 27 Juli 1741, untuk memperingati keberanian Ingabehi Anggadjaja, Bupati Rembang saat itu, dalam melawan penjajah Belanda. Sejak era Kerajaan Majapahit, Rembang telah menjadi bagian penting dari Pulau Jawa, mengalami perkembangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan. Tradisi seperti upacara Ngrembang Sakawit, yang dilaksanakan setiap hari Rabu Legi, tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat.
Kartini dan Rembang: Jejak Perjuangan Emansipasi
Nama Rembang tak bisa dipisahkan dari Raden Ajeng Kartini, pahlawan emansipasi wanita Indonesia. Kartini menikah dengan Bupati Rembang, KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, pada tahun 1903. Sebelum menikah, Kartini mengajukan syarat agar diizinkan membuka sekolah untuk anak-anak perempuan, melanjutkan perjuangannya di Jepara. Kartini menghabiskan sisa hidupnya di Rembang, dan dimakamkan di Desa Mantingan, Kecamatan Bulu.
Di Rembang, terdapat Museum RA Kartini yang didirikan untuk mengenang jasa-jasa Kartini. Awalnya, museum ini hanya berupa kamar yang ditempati Kartini selama menjadi istri bupati, namun kemudian diperluas untuk menampung berbagai koleksi yang berkaitan dengan hidup dan perjuangannya.
Julukan dan Kekayaan Rembang
Rembang dikenal dengan berbagai julukan unik, seperti "The Cola of Java" karena banyaknya buah kawista yang rasanya mirip cola. Selain itu, daerah Lasem dikenal sebagai "Little Tiongkok" karena pengaruh budaya Tionghoa yang kuat. Tak ketinggalan, Rembang juga dikenal sebagai "Kota Garam", karena banyak penduduknya yang berprofesi sebagai petani garam.
Rembang, dengan sejarah panjang, budaya yang kaya, dan jejak perjuangan Kartini, adalah destinasi yang menarik untuk dijelajahi. Kota ini menawarkan perpaduan antara tradisi dan modernitas, antara keindahan alam dan warisan budaya, yang akan meninggalkan kesan mendalam bagi setiap pengunjung.