Sengketa Hasil PSU Pilkada 2024 Mengemuka, MK Kembali Jadi Sorotan

Gugatan Pasca-PSU Pilkada 2024 Kembali Diajukan ke MK

Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada 2024 diwarnai dengan potensi sengketa yang berlanjut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Indikasi praktik politik uang menjadi dasar gugatan, membuka celah bagi peserta pilkada untuk mempersoalkan hasil PSU. Setelah PSU dilaksanakan, sejumlah daerah kembali mengajukan gugatan terkait hasil PSU dan bahkan rekapitulasi ulang.

MK mencatat enam daerah yang mengajukan permohonan terkait PSU, yaitu Kabupaten Siak, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Pulau Taliabu, Kabupaten Buru, Kabupaten Banggai, dan Kabupaten Kepulauan Talaud. Selain itu, gugatan rekapitulasi ulang diajukan untuk Kabupaten Puncak Jaya.

Temuan Bawaslu dan Dugaan Politik Uang

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyoroti potensi gugatan PSU ke MK akibat dugaan politik uang yang terungkap selama pengawasan. Temuan ini mencuat menjelang dan saat pelaksanaan PSU. Di Kabupaten Serang, Bawaslu melalui Gakkumdu telah memeriksa sejumlah orang terkait dugaan politik uang dengan barang bukti berupa uang tunai. Uang tersebut diduga digunakan untuk mempengaruhi pemilih agar memilih pasangan calon tertentu.

Kasus serupa juga terjadi di Barito Utara, Kalimantan Tengah, yang kini dalam tahap penyidikan oleh kepolisian. Bawaslu Barito Utara mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai, contoh surat suara, dan data pemilih. Jumlah uang yang diamankan dalam kasus ini cukup signifikan.

Berikut rincian temuan Bawaslu:

  • Kabupaten Serang: Dugaan politik uang, 12 orang diperiksa, barang bukti Rp 18.275.000.
  • Barito Utara: Politik uang, dalam penyidikan kepolisian, barang bukti uang tunai Rp 270 juta.

Harapan KPU dan Perspektif Ahli

Ketua KPU RI, Afifuddin, berharap agar gugatan hasil PSU Pilkada dapat diselesaikan pada tahap dismissal. Ia menyatakan bahwa KPU telah berupaya melaksanakan PSU dengan baik. Meski demikian, materi gugatan dari enam daerah terkait PSU dan satu daerah terkait rekapitulasi ulang belum dapat diakses secara detail.

Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengingatkan pengalaman Pilkada 2020 yang menghadirkan PSU jilid II. Ia menekankan pentingnya MK menyelesaikan sengketa dengan transparan, profesional, dan akuntabel. Titi juga menyoroti perlunya pembuktian dari Bawaslu dan KPU bahwa pengawasan dan penegakan hukum telah dilakukan secara optimal selama PSU.

Untuk menghindari terulangnya PSU jilid II, Titi menekankan beberapa poin penting:

  • MK harus menyelesaikan sengketa secara transparan, profesional, dan akuntabel.
  • Pihak yang bersengketa harus menerima putusan MK dengan proporsional.
  • Bawaslu dan KPU harus membuktikan pengawasan dan penegakan hukum telah dilakukan.
  • Penyelenggara pemilu harus profesional dan menjaga integritas dalam pelaksanaan PSU.