DPRD DKI Jakarta Klaim Belum Terima Laporan Resmi Terkait Dugaan Pelecehan Seksual
Polemik dugaan pelecehan seksual yang mencuat di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menjadi sorotan. Plt. Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD DKI Jakarta, Augustinus, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi terkait kasus tersebut.
Augustinus menjelaskan, hingga saat ini, identitas korban maupun terduga pelaku belum diketahui secara pasti. "Kami belum mengetahui secara detail siapa korban dan siapa yang diduga sebagai pelaku," ujarnya kepada awak media, Senin (21/04/2025). Pernyataan ini muncul menyusul adanya laporan dari seorang pegawai honorer berinisial N (29) yang mengaku menjadi korban tindakan asusila.
Lebih lanjut, Augustinus mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan data kepegawaian. Namun, berdasarkan penelusuran awal, nama maupun inisial yang disebutkan dalam laporan belum ditemukan dalam catatan kepegawaian DPRD DKI Jakarta. Meski demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini secara serius.
"Jika nantinya terbukti ada Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pejabat di lingkungan DPRD DKI Jakarta yang terlibat dalam tindakan pelecehan tersebut, kami akan memberikan sanksi tegas," imbuhnya. Sanksi yang diberikan dapat berupa teguran keras hingga pemecatan, sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Kasus ini mencuat setelah seorang wanita berinisial N (29), yang bekerja sebagai tenaga honorer di DPRD DKI Jakarta, melaporkan dugaan pelecehan seksual ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor STTLP/B/2499/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA pada tanggal 16 April 2025. Dalam laporannya, korban menyebutkan bahwa pelecehan terjadi berulang kali sejak bulan Februari hingga Maret 2025. Terlapor, yang disebut berinisial NS, kini tengah dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Pihak kepolisian telah menerima laporan tersebut dan tengah melakukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap fakta-fakta terkait dugaan pelecehan seksual ini. Kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut integritas lembaga DPRD DKI Jakarta dan perlindungan terhadap hak-hak pegawai, khususnya tenaga honorer.