Siasat Industri Kelautan RI Hadapi Potensi Kenaikan Tarif Impor AS
Kebijakan tarif impor yang berpotensi diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia memicu berbagai respons dari pelaku industri kelautan dan perikanan. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menekankan perlunya optimisme dan sinergi antara pemerintah dan pengusaha dalam menghadapi tantangan ini.
Sempat tertunda selama 90 hari dengan tarif awal 10%, kebijakan ini berpotensi naik menjadi 47%. Wakil Ketua Umum Koordinator (WKUK) Bidang Pangan Kadin Indonesia, Mulyadi Jayabaya, menyerukan agar pengusaha tetap optimis di tengah ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan AS.
Wakil Ketua Umum Bidang Kelautan dan Perikanan Kadin Indonesia, Yugi Prayanto, menyoroti pentingnya keterlibatan aktif pelaku usaha dalam perundingan perdagangan internasional. Ia menekankan perlunya masukan dari pengusaha terkait isu-isu terkini dalam perang tarif. Dampak dari kenaikan tarif impor, menurut Yugi, dapat signifikan terutama pada produk-produk yang sangat dibutuhkan di dalam negeri. Contohnya, jika tarif impor udang terlalu tinggi, pelaku usaha akan kesulitan untuk membeli.
Selain itu, Yugi juga menyinggung mengenai pembenahan data sektor perikanan yang akurat dan komprehensif. Pemerintah, Badan Pusat Statistik (BPS), dan pemangku kepentingan terkait tengah berupaya membenahi big data perikanan. Hal ini dinilai krusial untuk menghitung target pertumbuhan sektor secara akurat, dengan target pertumbuhan 8% setelah data valid.
Usulan ini sejalan dengan upaya menjadikan perikanan sebagai komoditas ekspor unggulan Indonesia, yang akan berdampak langsung pada kesejahteraan jutaan nelayan dan petambak. Yugi menambahkan bahwa AS, dengan perhatiannya pada isu-isu sosial dan ketergantungannya pada impor perikanan, perlu mempertimbangkan faktor-faktor push and pull dalam kebijakan tarif.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Tornanda Syaifullah, menyatakan bahwa pemerintah tengah menyiapkan solusi konkret dalam waktu 90 hari sejak ketetapan tarif diberlakukan. Pemerintah berkomitmen untuk mencari solusi terbaik dan memanfaatkan waktu yang ada untuk merombak sektor perikanan dari hulu ke hilir. Tujuannya adalah agar produk perikanan Indonesia tetap kompetitif di pasar internasional. Jika pasar AS tidak lagi memungkinkan karena tarif yang terlalu tinggi, pemerintah akan membidik pasar baru seperti Uni Emirat Arab, Asia Tenggara, atau Eropa.
Amerika Serikat (AS) merupakan negara tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia di 2024, dengan nilai mencapai US$ 1,90 miliar atau 31,97% dari total ekspor perikanan. Negara tujuan ekspor lainnya adalah:
- China (20,88%)
- ASEAN (14,39%)
- Jepang (10,06%)
- Uni Eropa (6,96%)
AS juga merupakan negara tujuan utama ekspor udang Indonesia, dengan pangsa 63% dari total volume ekspor udang di 2024 yang mencapai 214.575 ton. Negara tujuan ekspor udang lainnya adalah:
- Jepang (15%)
- China dan ASEAN (6%)
- Uni Eropa (4%)
- Rusia, Taiwan, dan Korea (1%)