Dinas Pendidikan Lumajang Aktifkan 'Crisis Center' Tanggapi Kasus Asusila Oknum Guru
Dinas Pendidikan Lumajang Bentuk Tim 'Crisis Center' Tanggapi Kasus Dugaan Tindak Asusila Oknum Guru
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Lumajang mengambil langkah cepat dalam menanggapi kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang oknum guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Tempursari. Sebagai respons, Dindikbud membentuk tim khusus yang disebut "Crisis Center". Tim ini bertugas memberikan pendampingan psikologis dan pemulihan trauma bagi siswa yang menjadi korban.
Kasus ini mencuat setelah seorang guru PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan) berinisial J, ditangkap oleh pihak kepolisian atas dugaan melakukan pelecehan seksual terhadap seorang siswanya yang masih berusia 13 tahun (inisial N). Modus yang dilakukan pelaku adalah melakukan panggilan video (video call) dan memperlihatkan bagian tubuh pribadinya kepada korban.
Kepala Dindikbud Lumajang, Nugraha Yudha, menjelaskan bahwa Crisis Center ini terdiri dari guru-guru Bimbingan Konseling (BK) yang berasal dari berbagai sekolah di Lumajang. Pembentukan tim ini bertujuan untuk memastikan bahwa korban pelecehan seksual mendapatkan dukungan yang komprehensif dalam memulihkan kondisi mental mereka. Yudha mencontohkan kasus ZZ, seorang siswi kelas 6 SD yang menjadi korban pelecehan oleh guru olahraganya, sebagai salah satu prioritas pendampingan.
"Crisis Center ini akan mendampingi korban hingga benar-benar pulih dari trauma," ujar Yudha.
Saat ini, Dindikbud sedang melakukan asesmen mendalam berdasarkan kuesioner yang telah diisi oleh korban. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi tingkat trauma yang dialami korban. Jika hasil asesmen menunjukkan bahwa trauma yang dialami sangat berat, Crisis Center akan merujuk korban ke psikolog profesional untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
"Minggu lalu, kami sudah mengirimkan instrumen untuk mengukur seberapa berat trauma yang dialami korban," kata Yudha menambahkan. Ia juga menjelaskan bahwa asesmen trauma ini sangat penting untuk menentukan langkah penanganan yang tepat.
Lebih lanjut, Yudha menegaskan bahwa Crisis Center tidak hanya diperuntukkan bagi siswi kelas 6 SD di Tempursari saja, tetapi juga bagi seluruh korban pelecehan seksual lainnya, baik yang dilakukan oleh oknum guru maupun oleh teman sekolah. Hal ini menunjukkan komitmen Dindikbud Lumajang untuk melindungi seluruh siswa dari segala bentuk kekerasan seksual.
"Termasuk kasus pelecehan terhadap 6 siswi SMP oleh oknum guru, juga akan kami tangani melalui Crisis Center ini," pungkasnya.
Dengan adanya Crisis Center ini, diharapkan para korban pelecehan seksual di lingkungan pendidikan Lumajang dapat memperoleh dukungan yang memadai untuk memulihkan diri dan melanjutkan pendidikan mereka dengan baik.