Kompensasi Jasa Lingkungan: Apresiasi Baru untuk Penjaga Alam Indonesia

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur tentang Pengembangan Sistem Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJLH). Peraturan ini menjadi angin segar bagi masyarakat adat, petani hutan, dan komunitas lokal yang selama ini berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa peraturan ini merupakan wujud apresiasi negara terhadap kontribusi nyata masyarakat dalam menjaga ekosistem. Selama ini, mereka telah bekerja tanpa pamrih, dan kini berhak menerima kompensasi yang setara dengan hasil kerja mereka.

Peraturan Menteri ini merupakan turunan dari Pasal 48 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Langkah ini menandai perubahan paradigma dalam kebijakan lingkungan nasional, di mana konservasi tidak lagi dipandang sebagai pengorbanan semata, melainkan sebagai investasi penting yang perlu dihargai dan diukur.

Sistem PJLH membuka peluang kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam membangun ekosistem ekonomi yang berkelanjutan. Dana untuk PJLH dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, pemerintah akan mengembangkan sistem informasi nasional PJLH. Sistem ini akan menjadi platform terpusat untuk memantau dan mengelola aliran dana PJLH, serta memastikan bahwa kompensasi diberikan secara tepat sasaran.

Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, menyambut baik peraturan baru ini dan menyatakan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung implementasinya. Ia berharap, dengan adanya PJLH, masyarakat Klaten akan semakin termotivasi untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mendapatkan manfaat ekonomi dari upaya konservasi.

Di Klaten, sebuah perusahaan air mineral telah mengembangkan Padepokan Konservasi Ekologi Masyarakat (PAKEM) yang memberikan pelatihan dan dukungan teknis kepada masyarakat dalam menerapkan praktik konservasi. Program ini telah berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 17.919 ton CO2 dalam setahun.

Contoh sukses PJLH lainnya dapat ditemukan di Cidanau, Banten, di mana petani menerima kompensasi finansial dari perusahaan air minum karena telah menjaga hutan di wilayah hulu. Praktik serupa juga diterapkan di Sumberjaya, Lampung, di mana petani diberikan hak kelola lahan selama 25 tahun sebagai imbalan atas penerapan praktik konservasi, yang berhasil menurunkan sedimentasi sungai secara signifikan.

Inisiatif PJLH ini diharapkan dapat menjadi model bagi daerah lain di Indonesia untuk mengembangkan sistem penghargaan bagi masyarakat yang telah berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dengan adanya insentif yang jelas, diharapkan semakin banyak masyarakat yang termotivasi untuk terlibat dalam upaya konservasi, sehingga tercipta lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.