Surplus Perdagangan Indonesia Diprediksi Menyusut pada Maret 2025: Faktor Musiman dan Tantangan Global Jadi Sorotan
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data neraca perdagangan Indonesia untuk periode Maret 2025 hari ini. Proyeksi dari berbagai analis ekonomi mengindikasikan bahwa meskipun Indonesia akan tetap mencatatkan surplus, angkanya diperkirakan lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan surplus neraca perdagangan Maret 2025 akan berada di angka 2,62 miliar dollar AS. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan surplus pada Februari 2025 yang mencapai 3,12 miliar dollar AS. Pardede menjelaskan bahwa meskipun surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan masih berlanjut untuk bulan ke-58 berturut-turut, tren penurunan ini mengindikasikan adanya potensi tantangan yang lebih besar di masa depan, terutama terkait dengan dinamika ekonomi global.
Faktor-faktor Penyebab Potensi Penurunan Surplus
Beberapa faktor utama yang diidentifikasi menjadi penyebab potensi penurunan surplus neraca perdagangan pada Maret 2025 meliputi:
-
Faktor Musiman: Bulan Maret bertepatan dengan bulan Ramadhan, yang secara historis memicu perubahan pola perdagangan. Terjadi kecenderungan penurunan aktivitas ekspor dan peningkatan impor karena fokus ekonomi beralih ke pemenuhan permintaan domestik menjelang Hari Raya Idul Fitri.
-
Penurunan Ekspor: Ekspor diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 3,52 persen secara tahunan, berbanding terbalik dengan pertumbuhan positif sebesar 14,05 persen pada bulan sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan pola musiman selama Ramadhan dan juga dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global.
-
Peningkatan Impor: Sebaliknya, impor diproyeksikan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya permintaan domestik selama bulan Ramadhan. Pertumbuhan impor diperkirakan naik menjadi 6,48 persen dari 2,30 persen pada Februari 2025. Peningkatan ini didorong oleh lonjakan permintaan barang konsumsi terkait kebutuhan puasa dan Lebaran, serta peningkatan impor bahan baku dan barang modal untuk memenuhi lonjakan konsumsi tersebut.
-
Tekanan Sektor Unggulan: Kinerja ekspor juga dipengaruhi oleh tekanan dari perlambatan perdagangan global dan normalisasi harga komoditas, terutama pada sektor-sektor unggulan seperti batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), dan produk logam.
Implikasi dari penurunan surplus neraca perdagangan ini dapat berdampak pada prospek transaksi berjalan, yang diperkirakan akan mengalami defisit sebesar 1,18 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini. Oleh karena itu, stabilitas neraca perdagangan akan sangat bergantung pada keberlanjutan permintaan global, efektivitas kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA), serta ketahanan permintaan domestik.
Secara keseluruhan, proyeksi penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2025 menggarisbawahi pentingnya kewaspadaan terhadap dinamika ekonomi global dan domestik. Pemerintah dan pelaku usaha perlu terus berupaya menjaga daya saing ekspor, mengelola impor secara efisien, dan memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri untuk menghadapi tantangan di masa depan.