DKI Jakarta Kaji Ulang Penerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 10 Persen
Polemik seputar Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen di Jakarta memasuki babak baru. Gubernur DKI Jakarta, menyatakan akan menggelar rapat khusus untuk membahas secara komprehensif kebijakan perpajakan di ibu kota, termasuk PBBKB yang menjadi sorotan publik belakangan ini.
"Kami akan mengadakan rapat khusus hari ini untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan, termasuk pajak bahan bakar kendaraan bermotor," ujar Gubernur DKI Jakarta di Balai Kota pada Senin, 21 April 2025.
Penegasan ini sekaligus mengklarifikasi simpang siur informasi yang beredar. Gubernur DKI Jakarta menekankan bahwa penerapan PBBKB sebesar 10 persen belum menjadi keputusan final Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mempertimbangkan secara matang dampak dari penerapan pajak tersebut.
"Nanti kalau sudah menjadi keputusan resmi, akan segera saya sampaikan kepada publik," imbuhnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta mengaku terkejut dengan pemberitaan mengenai PBBKB sebesar 10 persen yang muncul di berbagai media. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut belum dibahas secara mendalam apalagi disetujui.
"Saya juga kaget ketika melihat berita itu. Sebagai gubernur, saya merasa perlu mengklarifikasi bahwa kebijakan ini belum diputuskan," tegasnya saat ditemui di kawasan Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Minggu, 20 April 2025.
Pernyataan Gubernur DKI Jakarta ini muncul setelah informasi mengenai PBBKB terpampang di situs resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta. Dalam situs tersebut, Bapenda menjelaskan bahwa pengenaan PBBKB diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Salah satu jenis pajak yang diatur dalam Perda ini adalah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor atau PBBKB," demikian bunyi keterangan di laman web Bapenda Jakarta.
Bapenda merinci bahwa PBBKB dikenakan terhadap semua jenis bahan bakar cair dan gas yang digunakan oleh kendaraan bermotor dan alat berat. Konsumen yang mengisi bahan bakar secara otomatis menjadi subjek pajak ini.
"Jadi, setiap kali Anda mengisi bahan bakar, di situ terdapat PBBKB. Subjek PBBKB adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor. Ya, kita semua yang mengisi bahan bakar!" jelas Bapenda.
Tarif PBBKB yang tertera di situs tersebut adalah 10 persen dari nilai jual bahan bakar sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak ini dipungut oleh penyedia bahan bakar seperti produsen dan importir, dan dihitung pada saat penyerahan kepada konsumen.
Secara matematis, rumus penghitungannya adalah: PBBKB = Dasar Pengenaan x Tarif Pajak (10 persen).
Namun, terdapat pengecualian untuk kendaraan umum yang hanya dikenakan tarif 5 persen atau setengah dari tarif normal.
"Untuk kendaraan umum, tarifnya hanya 50 persen dari tarif normal, yaitu 5 persen saja. Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung transportasi umum yang lebih terjangkau bagi masyarakat," lanjut keterangan tersebut.
Bapenda juga menegaskan bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk wilayah DKI Jakarta. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus menciptakan pengelolaan konsumsi bahan bakar yang lebih bijak dan berkelanjutan.
"Fokus utama kami adalah mendukung perkembangan ekonomi daerah dan pemanfaatan bahan bakar yang lebih efisien di Jakarta," pungkas Bapenda.