Perempuan Perkasa di Balik Sirene: Kisah Aisyah dan Alya, Relawan Pengawal Ambulans di Aceh

Di tengah hiruk pikuk jalanan Aceh, di antara deru mesin dan suara klakson, ada sosok perempuan tangguh yang berdedikasi mengawal nyawa. Mereka adalah Aisyah dan Alya, dua Srikandi yang tergabung dalam Emergency Relawan Patwal Atjeh (ERPA), sebuah komunitas yang sigap membantu ambulans melaju di tengah kemacetan.

Kisah mereka berawal dari secangkir teh hijau di sebuah warung kopi di Kuta Alam, Banda Aceh. Sebuah pesan singkat di grup WhatsApp ERPA mengabarkan bahwa ambulans dari Pidie Jaya akan segera melintas. Tanpa ragu, Aisyah dan Alya, bersama tiga rekan pria mereka, bergegas menuju lokasi yang telah ditentukan. Hari itu, mereka bertugas mengawal ambulans yang membawa pasien rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA).

Suara sirene ambulans memecah kesunyian, menjadi pertanda bagi tim ERPA untuk memulai aksi. Dengan lincah, Aisyah dan Alya memacu sepeda motor matic mereka, memimpin di barisan depan. Mereka tak gentar menyalip kendaraan besar, membuka jalan selebar mungkin agar ambulans dapat melaju dengan cepat. Sesekali, mereka membunyikan klakson dan melambaikan tangan, meminta pengertian dari pengendara lain untuk memberi prioritas kepada ambulans yang membawa pasien dalam kondisi darurat. Usai mengawal sampai rumah sakit dan memastikan pasien ditangani, mereka kembali ke warkop, memesan teh hijau untuk melepas lelah.

Aisyah dan Alya telah menjadi bagian dari ERPA selama enam tahun. Komunitas ini berdiri sejak 2019 dan beranggotakan lebih dari 100 orang, yang sebagian besar adalah laki-laki. Awalnya, keterlibatan Aisyah dan Alya sempat menuai pertanyaan, bahkan dari orang tua mereka. Namun, bagi keduanya, gender bukanlah penghalang untuk berbuat kebaikan. Mereka percaya bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk berkontribusi dalam misi kemanusiaan.

Aisyah, yang sehari-hari menjalankan usaha laundry, adalah anggota perempuan pertama di ERPA. Baginya, keterlibatan dalam ERPA adalah panggilan hati. Ia tergerak untuk membantu ambulans dan pasien agar segera tiba di rumah sakit. Aisyah membayangkan jika salah satu pasien di dalam ambulans adalah keluarganya sendiri yang membutuhkan pertolongan segera. Ia tak ingin ada keterlambatan penanganan hanya karena ambulans terjebak kemacetan.

Begitu pula dengan Alya, seorang mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Aceh. Kecintaannya pada dunia otomotif menjadi salah satu alasan ia bergabung dengan ERPA. Alya merasa senang dapat menyalurkan hobinya untuk kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain. Meski awalnya sempat kaget, keluarga Alya akhirnya mendukung penuh keputusannya untuk menjadi relawan pengawal ambulans.

Selama menjadi anggota ERPA, Aisyah dan Alya telah merasakan banyak pengalaman berharga. Mereka mendapatkan teman baru, bahkan menjalin hubungan persaudaraan dengan keluarga pasien dan sopir ambulans. Mereka juga menyaksikan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya memberikan prioritas kepada ambulans di jalan raya.

Bagi Aisyah dan Alya, menjadi relawan pengawal ambulans adalah bukti bahwa perempuan juga mampu melakukan pekerjaan yang dianggap berat. Mereka berharap dapat menginspirasi perempuan lain untuk berani mengambil peran positif dalam masyarakat. Selagi itu bermanfaat dan berdampak bagi orang lain, tak ada salahnya untuk mencoba.

ERPA sendiri fokus pada pengawalan ambulans dan pemadam kebakaran, serta kegiatan sosial lainnya. Mereka tersebar di berbagai kabupaten/kota di Aceh. Dalam setiap pengawalan, ERPA menerjunkan maksimal lima unit motor, dengan formasi tiga di depan dan dua di belakang. Mereka bekerja secara sukarela, tanpa mengharapkan imbalan apapun. Semua biaya operasional ditanggung secara pribadi.

Kisah Aisyah dan Alya adalah contoh nyata Kartini masa kini. Mereka adalah perempuan-perempuan perkasa yang berani keluar dari zona nyaman, memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat, dan menginspirasi banyak orang dengan semangat kemanusiaan mereka.