Investasi BYD di Subang Sempat Terhambat Aksi Ormas, Pemerintah Diminta Bertindak Tegas
Investasi besar yang digelontorkan produsen mobil listrik asal China, BYD, di Subang, Jawa Barat, sempat mengalami kendala akibat aktivitas organisasi masyarakat (ormas) dan praktik premanisme. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, usai kunjungan kerja ke Shenzhen, China.
Eddy Soeparno menyampaikan kekhawatiran atas gangguan yang dialami BYD dalam proses pembangunan pabriknya di kawasan industri Subang Smartpolitan. Menurutnya, tindakan tegas dari pemerintah diperlukan untuk menjamin iklim investasi yang kondusif dan memberikan kepastian keamanan bagi para investor. "Jangan sampai investor yang datang ke Indonesia merasa tidak mendapatkan jaminan keamanan. Jaminan keamanan adalah hal mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia," tegas Eddy melalui akun media sosialnya.
Saat ini, BYD tengah membangun fasilitas produksi kendaraan listrik dengan nilai investasi mencapai Rp 11,7 triliun di Subang. Pabrik yang berdiri di lahan seluas lebih dari 108 hektare ini ditargetkan mulai beroperasi pada awal tahun 2026, dengan kapasitas produksi mencapai 150 ribu unit per tahun. BYD juga tengah menjajaki kerjasama dengan pemasok lokal untuk memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Kehadiran BYD di Indonesia disambut positif oleh masyarakat, tercermin dari angka penjualan yang terus meningkat. Hingga Maret 2025, BYD telah berhasil menembus jajaran 10 besar merek mobil terlaris di Indonesia, dengan total penjualan wholesales mencapai 3.205 unit. Beberapa model mobil listrik BYD yang sudah dipasarkan di Indonesia antara lain:
- Dolphin
- M6
- Atto 3
- Seal
- Sealion 7
- Denza D9 (MPV premium)
Kendati demikian, hingga berita ini diturunkan, Head of PR & Government Relations PT BYD Motor Indonesia, Luther Panjaitan, belum memberikan keterangan resmi terkait adanya gangguan ormas dalam proses pembangunan pabrik di Subang.