Inspirasi dari Sumenep: Dwi Retnowati Ubah Sampah Jadi Berkah Ekonomi bagi Ibu-ibu
Dwi Retnowati: Pahlawan Daur Ulang dari Sumenep
Di Sumenep, seorang perempuan bernama Dwi Retnowati telah menginspirasi banyak orang dengan dedikasinya terhadap daur ulang sampah. Lebih dari sekadar hobi, kegiatan ini telah menjadi sumber penghidupan bagi ibu-ibu di sekitarnya. Dengan sabar, Dwi membimbing mereka mengubah limbah plastik menjadi produk bernilai jual.
Dari Sampah Menjadi Rupiah
Kegiatan yang dilakukan Dwi dan para ibu-ibu ini meliputi serangkaian proses yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Dimulai dari memilah dan membersihkan sampah plastik bekas kemasan makanan dan minuman, kemudian mengguntingnya menjadi bagian-bagian kecil. Setelah itu, potongan-potongan plastik ini dilipat, direkatkan dengan staples, dan dianyam menjadi berbagai macam produk, seperti tas cangklong, tempat tisu, tas jinjing, hingga tas belanja.
"Memang butuh ketelatenan, karena proses daur ulang sampah hingga menjadi produk yang bisa dijual itu cukup panjang," ujar Dwi.
Perjalanan Dwi sebagai penggiat daur ulang sampah dimulai sejak tahun 2014, ketika ia aktif sebagai kader lingkungan. Selain menjadi ibu rumah tangga, Dwi juga memimpin Bank Sampah Mawar yang didirikannya di Desa Marengan Daya, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep. Bank sampah ini menjadi pusat kegiatan daur ulang bagi masyarakat setempat.
Bank Sampah Mawar: Pusat Edukasi Daur Ulang
Saat pertama kali mendirikan bank sampah, Dwi menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Banyak warga yang belum bersedia untuk berpartisipasi dalam kegiatan bersih-bersih.
Bangunan Bank Sampah Mawar yang sebagian masih semi permanen, dihiasi dengan warna-warna cerah dan lukisan yang menarik perhatian. Di dindingnya terpajang berbagai sertifikat penghargaan dan banner berisi ajakan untuk peduli terhadap sampah. Di depan bangunan, terdapat instalasi ecobrick besar bertuliskan "Marengan Daya", yang terbuat dari botol plastik yang diisi padat dengan sampah plastik bekas.
Tantangan dan Harapan
Mengelola bank sampah secara konsisten dan mandiri bukanlah perkara mudah. Dwi harus membagi waktu antara mengurus bank sampah dan keluarga. Selain itu, ia juga harus menghadapi berbagai tantangan, seperti bau sampah, rasa jijik, dan kurangnya minat masyarakat untuk terlibat.
"Dukanya pasti ada, jijik, bau, butuh ketelatenan, kesabaran, dan semangat. Makanya, yang diajak gabung hanya yang mau saja, karena tidak banyak yang berkenan dengan sampah," kata Dwi.
Namun, di balik semua tantangan itu, Dwi merasakan kepuasan tersendiri ketika melihat sampah yang dulunya tidak berharga bisa diubah menjadi pundi-pundi rupiah. Hasil penjualan produk daur ulang ini bisa digunakan untuk membeli baju baru, membantu keluarga memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau bahkan untuk biaya sekolah anak-anak.
Setiap kali produksi, Dwi dan para ibu-ibu bisa menghasilkan 5-10 produk dalam sehari. Namun, jika bahan belum terkumpul dan belum siap dianyam, prosesnya bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu. Biasanya, mereka memproduksi daur ulang sampah pada setiap akhir pekan, atau ketika ada pesanan.
Pasar yang Belum Jelas
Salah satu kendala yang dihadapi oleh Dwi dan para pengrajin daur ulang sampah adalah pasar yang belum jelas dan tidak pasti. Mereka tidak memiliki tempat khusus untuk menjual hasil kerajinan mereka. Selama ini, penjualan hanya dilakukan saat ada event, seperti pameran atau tugas sekolah. Informasi penjualan pun hanya disampaikan dari mulut ke mulut atau diunggah ke grup bersama pendaur ulang sampah lainnya.
Dwi berharap Pemerintah Kabupaten Sumenep dapat memberikan perhatian lebih terhadap para pengrajin daur ulang sampah, dengan menyediakan wadah atau pasar khusus untuk menjual produk mereka. Ia juga berharap pemerintah dapat mengadakan pelatihan atau kegiatan lain yang dapat meningkatkan keterampilan para pengrajin.
Peluang dan Harapan untuk Masa Depan
Menurut Dwi, sebenarnya banyak orang yang tertarik dengan hasil kerajinan daur ulang sampah karena dianggap unik dan menarik. Ia melihat ini sebagai peluang untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, tanpa harus mengeluarkan modal besar atau memiliki keterampilan khusus.
"Seharusnya ada kebanggaan tersendiri karena memakai bahan daur ulang, karena mengurangi sampah," tutur Dwi.
Ia berharap pemerintah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Sumenep terkait dapat berkoordinasi aktif dengan pemerintah desa mengenai kesadaran menjaga lingkungan dan membangun keterampilan mendaur ulang sampah. Ia mengusulkan agar kegiatan daur ulang sampah dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) sebagai bagian dari program pemberdayaan perempuan.
Dengan semangat dan dedikasinya, Dwi Retnowati telah membuktikan bahwa sampah bisa menjadi berkah ekonomi bagi masyarakat. Ia berharap, semakin banyak orang yang terinspirasi untuk mengikuti jejaknya dan bersama-sama menjaga lingkungan.