Hukum Penggunaan Celana Dalam Bagi Pria Saat Ihram: Penjelasan dan Implikasi
Ibadah haji, sebagai rukun Islam kelima, mewajibkan umat Muslim yang mampu secara fisik dan finansial untuk menunaikannya. Dalam pelaksanaan ibadah haji, terdapat serangkaian aturan yang harus dipatuhi, termasuk tata cara berpakaian yang memiliki makna simbolis tersendiri.
Ihram, sebuah istilah sentral dalam haji, merujuk pada niat untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah di Tanah Suci Mekah. Secara etimologis, ihram berarti melarang atau menahan diri. Dalam konteks syariat, ihram adalah niat untuk memulai serangkaian ibadah haji, yang ditandai dengan amalan-amalan tertentu.
Salah satu aspek penting dalam ihram adalah aturan berpakaian. Bagi pria, terdapat larangan untuk mengenakan pakaian berjahit. Larangan ini menimbulkan pertanyaan tentang batasan pakaian yang diperbolehkan selama ihram, termasuk penggunaan celana dalam.
Larangan Pakaian Berjahit bagi Pria saat Ihram
Dalam buku-buku fikih klasik, terdapat larangan yang jelas bagi pria untuk mengenakan pakaian berjahit selama ihram. Larangan ini didasarkan pada hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang penggunaan gamis, sorban, celana, peci, kain yang dicelup dengan wars atau za'faran, serta khuf (sepatu kulit) kecuali jika tidak ada sandal. Jika tidak ada sandal, khuf boleh digunakan dengan memotongnya hingga di bawah mata kaki.
Status Hukum Celana Dalam Saat Ihram
Mengenai penggunaan celana dalam saat ihram, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama, seperti yang disebutkan oleh Syekh Sirajuddin al-Buqini, berpendapat bahwa memakai pakaian berjahit dilarang saat ihram. Pendapat ini mendorong inovasi seperti pembuatan celana dalam ihram yang dirancang tanpa jahitan, menggunakan tali atau perekat sebagai pengganti jahitan.
Celana dalam ihram ini hadir dalam berbagai model. Ada yang berbentuk selembar kain yang dipotong sesuai pola celana dalam dan dilengkapi dengan tali di sisi kanan dan kiri untuk diikatkan. Ada pula model yang menggunakan perekat kain agar tetap nyaman digunakan tanpa jahitan.
Namun, sebagian ulama lain mengharamkan penggunaan pakaian semacam itu. Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitab Al Ghurarul Bahiyah Syarah Bahjatul Wardiyah menyatakan bahwa haram hukumnya menutup badan dengan pakaian yang bisa meliputi anggota tubuh dengan tali, jahitan, tenunan (tanpa jahitan), ditempelkan, atau diikatkan sisi kain yang satu dengan yang lainnya.
Kesimpulan Hukum
Berdasarkan perbedaan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa memakai celana dalam saat ihram hukumnya haram menurut sebagian ulama. Pelanggaran terhadap larangan ini mengharuskan pembayaran dam (denda). Oleh karena itu, jemaah haji pria sebaiknya menghindari penggunaan celana dalam selama ihram untuk menghindari konsekuensi hukum yang mungkin timbul.
Wallahu a'lam.