BPOM Perketat Pengawasan Pangan Rekayasa Genetik Melalui Regulasi Baru
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2024 yang mengatur tentang pengawasan terhadap pangan produk rekayasa genetik (PRG). Regulasi ini hadir sebagai respons terhadap pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi pangan berbasis PRG, serta dinamika hukum yang terkait dengan pangan olahan.
Peraturan ini merupakan implementasi dari Pasal 16 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan. Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2024 menggantikan peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan Nomor 6 Tahun 2018, yang mengatur hal serupa.
Secara umum, peraturan terbaru ini mencakup:
- Tata cara memperoleh persetujuan keamanan pangan PRG
- Pedoman pengkajian keamanan
- Pengeditan genom
- Pengaturan label
- Mekanisme pengawasan
- Penanganan potensi dampak negatif PRG terhadap kesehatan manusia.
Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2024 memperkenalkan beberapa penyesuaian ketentuan terkait pengawasan pangan PRG yang sebelumnya tidak diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2018. Penyesuaian ini meliputi:
- Persyaratan pengkajian pangan PRG hasil persilangan konvensional dari dua atau lebih galur PRG
- Pengeditan genom yang substansinya mengacu pada ketentuan Komisi Keamanan Hayati PRG (KKH PRG)
- Pedoman pengkajian keamanan pangan PRG untuk senyawa yang dihasilkan melalui mikroorganisme PRG
- Persyaratan pemindahan kepemilikan atas persetujuan keamanan pangan PRG
- Mekanisme penanganan terhadap pangan PRG yang terbukti menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia
Menurut Prof. Dr. Taruna Ikrar, Kepala BPOM, penyusunan peraturan ini melibatkan berbagai ahli di bidang rekayasa genetik dari berbagai instansi, termasuk kementerian/lembaga terkait, KKH PRG, organisasi profesi, laboratorium pengujian, perguruan tinggi, asosiasi pelaku usaha, dan organisasi konsumen. Selain itu, rancangan peraturan ini juga telah melalui proses konsultasi publik untuk memastikan partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan. Hasil konsultasi publik ini kemudian dibahas bersama tim ahli sebelum harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Peraturan terbaru tentang pengawasan PRG ini ditetapkan pada 18 November 2024 dan diundangkan pada 28 November 2024 dalam Berita Negara RI Tahun 2024 Nomor 894.
Pangan PRG didefinisikan sebagai pangan yang diproduksi atau mengandung bahan baku, bahan tambahan, dan/atau bahan lain yang berasal dari proses rekayasa genetik. Rekayasa genetik melibatkan pemindahan gen dari satu organisme ke organisme lain, baik yang berbeda maupun sejenis, untuk menciptakan varietas baru dengan karakteristik unggul, seperti ketahanan terhadap hama atau peningkatan nilai gizi. Mikroorganisme dan tumbuhan adalah organisme yang paling sering digunakan dalam proses ini.
Pangan PRG terus dikembangkan, diproduksi, dan dipasarkan di berbagai negara sebagai solusi untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan global. Pangan PRG menawarkan sejumlah keuntungan bagi produsen dan konsumen, termasuk peningkatan nilai gizi, peningkatan ketahanan terhadap penyakit, serta peningkatan kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan.
Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai keamanan produk hasil rekayasa genetik, termasuk pangan PRG. Oleh karena itu, pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) diterapkan secara internasional, dan perangkat hukum disiapkan untuk melindungi masyarakat dari potensi dampak negatif produk rekayasa genetik. Indonesia telah mengatur peredaran pangan PRG sejak tahun 1996 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Cartagena Protocol on Bio-safety to the Convention on Biological Diversity menjadi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004.
Prof Ikrar menjelaskan bahwa berdasarkan prinsip kehati-hatian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2024, pangan PRG harus memperoleh persetujuan keamanan pangan dari BPOM berdasarkan rekomendasi dari KKH PRG sebelum dapat diedarkan di Indonesia. Persetujuan keamanan pangan PRG diterbitkan setelah pengkajian terhadap informasi genetik dan informasi keamanan pangan, termasuk kesepadanan substansial, alergenisitas, toksisitas, dan pertimbangan lainnya, seperti penggunaan gen penanda ketahanan terhadap antibiotik. Pengkajian ini merujuk pada Codex CAC/GL-45-2003 dan mempertimbangkan regulasi pangan PRG dari negara lain seperti Eropa, Australia, dan Jepang.
Sejak 2011 hingga Maret 2025, BPOM telah menerbitkan 78 persetujuan keamanan pangan PRG, meliputi 19 produk kedelai, 36 produk jagung, 1 produk gandum, 9 produk kanola, 6 produk kapas, 3 produk tebu, 1 produk kentang, dan 3 produk bahan baku lain untuk ingredient pangan.
Diharapkan bahwa peraturan terbaru ini akan mendorong produsen pangan dalam negeri untuk memanfaatkan potensi teknologi rekayasa genetik dalam meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan menjamin keamanan serta mutu produk pangan PRG yang dihasilkan.