Ekspor Tinggi Picu Kenaikan Harga Kelapa Domestik

Kenaikan harga kelapa di pasar domestik menjadi sorotan utama dalam beberapa waktu terakhir. Fenomena ini dipicu oleh tingginya permintaan ekspor, yang menyebabkan berkurangnya pasokan kelapa di dalam negeri. Menteri Perdagangan, Budi Santoso, mengungkapkan bahwa lonjakan ekspor menjadi faktor dominan yang memengaruhi harga kelapa di pasar lokal.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor kelapa, khususnya kelapa yang masih dalam kondisi berkulit, mencapai nilai US$ 45,6 juta selama periode Januari hingga Maret 2025. Sementara itu, ekspor kopra, atau daging kelapa kering, mencatatkan angka US$ 5,9 juta. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024, terjadi penurunan dalam volume ekspor kopra.

Di tingkat konsumen, harga kelapa kupas di berbagai pasar di Jakarta menunjukkan variasi yang signifikan. Informasi dari laman Informasi Pangan Jakarta mencatat harga tertinggi kelapa kupas berada di Pasar Induk Kramat Jati, mencapai Rp 20.000 per kilogram, sementara harga terendah tercatat di Pasar Mayestik sebesar Rp 10.000 per kilogram. Perbedaan harga ini mencerminkan dinamika pasar dan distribusi kelapa di berbagai wilayah.

Sebelumnya, telah dilaporkan bahwa harga kelapa bulat atau parut mengalami kenaikan yang cukup tajam. Seorang pedagang kelapa parut di Pasar Rawa Bebek, Usin, mengungkapkan bahwa harga satu butir kelapa dapat mencapai Rp 25.000, tergantung pada ukurannya. Padahal, dalam kondisi normal, harga kelapa parut berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per butir. Kenaikan ini berdampak signifikan, terutama bagi kelapa dengan ukuran kecil, yang mengalami peningkatan harga hingga dua kali lipat.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan bahwa tingginya permintaan ekspor merupakan penyebab utama kenaikan harga kelapa. Harga kelapa di pasar internasional saat ini sedang mengalami peningkatan, sehingga mendorong para pelaku usaha untuk lebih memilih mengekspor produk mereka. Kondisi ini menyebabkan kelangkaan pasokan kelapa di pasar domestik, yang pada akhirnya memicu kenaikan harga.

"Kelapa naik harganya karena ekspor, ekspor dari China jadi harga naik. Sementara industri dalam negeri kan belinya dengan harga murah sehingga eksportir kan lebih suka berjual. Jadinya langka gitu kan," ujar Budi Santoso.

Kondisi ini menunjukkan adanya tantangan dalam menjaga keseimbangan antara pemenuhan permintaan ekspor dan ketersediaan pasokan kelapa untuk kebutuhan industri dan konsumen dalam negeri. Pemerintah dan para pemangku kepentingan perlu mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini, sehingga harga kelapa di pasar domestik dapat kembali stabil dan terjangkau bagi masyarakat.