Sorotan DPR Terhadap Satgas Antipremanisme Jawa Barat: Efektivitas dan Tantangan di Lapangan

Satgas Antipremanisme Jawa Barat dalam Pusaran Kritik: Antara Harapan dan Realitas

Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Antipremanisme oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi, baru-baru ini menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Perhatian ini muncul menyusul insiden pembakaran tiga unit mobil polisi saat operasi penangkapan seorang tokoh organisasi masyarakat (ormas) di wilayah Harjamukti, Cimanggis, Depok, pada Jumat (18/4/2025) dini hari.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah, secara terbuka mempertanyakan efektivitas dan perkembangan Satgas Antipremanisme ini. Pertanyaan tersebut mencerminkan kekhawatiran dan harapan masyarakat terhadap kemampuan satgas dalam memberantas praktik premanisme yang meresahkan.

Menanggapi sorotan tersebut, Founder dan Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, memberikan pandangannya secara komprehensif. Arif menekankan bahwa evaluasi terhadap kinerja satgas harus dilakukan secara menyeluruh, mengingat satgas ini baru saja dibentuk dan membutuhkan waktu serta proses yang matang untuk dapat berfungsi optimal. Ia menambahkan, kompleksitas geografis dan tingginya jumlah penduduk Jawa Barat menjadi tantangan tersendiri yang memengaruhi kinerja satgas.

Arif juga menekankan pentingnya memberikan apresiasi terhadap inisiatif Gubernur Dedi Mulyadi dalam membentuk Satgas Antipremanisme sebagai respons terhadap masalah premanisme yang sudah mengakar di Jawa Barat. Menurutnya, terobosan ini patut didukung dan diberikan kesempatan untuk membuktikan efektivitasnya. Meskipun demikian, Arif mengakui bahwa perjalanan satgas dalam memberantas premanisme tidak akan mudah dan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.

Tantangan dan Harapan

Satgas Antipremanisme Jawa Barat menghadapi sejumlah tantangan signifikan dalam menjalankan tugasnya. Pertama, luasnya wilayah geografis Jawa Barat dan tingginya jumlah penduduk membutuhkan strategi dan pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi. Satgas perlu memiliki jaringan yang kuat di seluruh wilayah Jawa Barat dan mampu berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian, pemerintah daerah, dan tokoh masyarakat.

Kedua, praktik premanisme seringkali melibatkan jaringan yang kompleks dan terorganisasi dengan baik. Satgas perlu memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi, melacak, dan membongkar jaringan-jaringan premanisme ini. Hal ini membutuhkan intelijen yang akurat, penegakan hukum yang tegas, dan kerjasama dengan berbagai pihak.

Ketiga, upaya pemberantasan premanisme harus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak hanya bersifat sporadis. Satgas perlu memiliki program jangka panjang yang komprehensif untuk mencegah praktik premanisme muncul kembali. Program ini harus mencakup aspek pencegahan, penindakan, dan rehabilitasi.

Di tengah berbagai tantangan tersebut, Satgas Antipremanisme Jawa Barat juga memiliki harapan yang besar untuk dapat memberikan kontribusi positif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi masyarakat. Dengan dukungan dari berbagai pihak dan komitmen yang kuat, satgas ini diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam memberantas premanisme dan menciptakan Jawa Barat yang lebih baik.

  • Tantangan Satgas Antipremanisme:
    • Luas wilayah dan padatnya penduduk Jawa Barat.
    • Kompleksitas jaringan premanisme.
    • Kebutuhan program berkelanjutan.
  • Harapan:
    • Kontribusi positif menciptakan lingkungan aman.
    • Menjadi garda terdepan memberantas premanisme.