Antisipasi Kasus Pagar Laut Terulang, Kementerian ATR/BPN Perketat Penerbitan HGB Badan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tengah merancang regulasi baru untuk memperketat penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) bagi badan hukum. Langkah ini merupakan respons terhadap polemik pembangunan pagar laut di Bekasi, Jawa Barat, yang sempat mencuat beberapa waktu lalu.

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa penyusunan Peraturan Menteri (Permen) ini merupakan bagian dari evaluasi menyeluruh terhadap kasus pagar laut. Fokus utama dari perubahan ini adalah membatasi kewenangan Kepala Kantor Pertanahan dalam menerbitkan HGB badan hukum. Kedepannya, peran Kepala Kantor Pertanahan akan lebih difokuskan pada pelayanan masyarakat, seperti balik nama Sertifikat Hak Milik (SHM) dan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Nusron menjelaskan bahwa kewenangan penerbitan HGB badan akan ditarik ke tingkat provinsi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kehati-hatian dalam proses penerbitan, mengingat pejabat di tingkat provinsi memiliki pengalaman dan tanggung jawab yang lebih besar. Untuk lahan dengan luas di atas 10 hektare, kewenangan penerbitan bahkan akan ditarik ke tingkat pusat, guna memastikan pengawasan dan verifikasi yang lebih ketat.

Langkah ini diharapkan dapat menjadi mekanisme mitigasi risiko yang efektif untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang. Meski demikian, Nusron menyadari bahwa pergeseran kewenangan ini akan membawa konsekuensi, terutama peningkatan tanggung jawab bagi pemerintah pusat dan daerah.

"Konsekuensi apa? Tanggung jawab pusat lebih besar, tanggung jawab wilayah lebih besar, tanggung jawab bawah, biarkan dia sosialisasi di masyarakat sama pelayanan di masyarakat," kata Nusron.

Lebih lanjut, Nusron menjelaskan bahwa kasus pagar laut saat ini sedang ditangani oleh aparat penegak hukum (APH). Proses penegakan hukum meliputi pemanggilan saksi, pelacakan aset tanah, dan penelusuran aliran dana yang terkait dengan kasus tersebut.

"Kami sudah dapat surat tembusan, dilacak berapa aset tanahnya, dimana duitnya. HGB-nya sudah kita cabut semua, yang di luar garis pantai. Yang terlibat sudah kita kasih sanksi, di level administrasi, selain itu tinggal APH," ujar Nusron.

Sebelumnya, Nusron telah mengungkapkan modus operandi penyalahgunaan wewenang dalam kasus pagar laut Bekasi. Modus tersebut melibatkan penggunaan Nomor Induk Bidang (NIB) dari 89 sertifikat yang dimiliki oleh 84 pihak untuk mengklaim tanah di kawasan pagar laut. Luas tanah yang tercantum dalam 89 sertifikat tersebut awalnya adalah 11,6 hektare, namun setelah dipindahkan ke area pagar laut, luasnya melonjak menjadi 79,6 hektare. Selain itu, kepemilikan tanah juga berubah, dari 84 pihak menjadi hanya 11 pihak. Nusron telah melakukan investigasi terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik tersebut.

Dari 89 sertifikat yang dipindahkan, 84 di antaranya diperoleh melalui skema Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Penyelewengan wewenang diduga terjadi dalam proses PTSL ini. Pihak-pihak yang memegang akun untuk keperluan PTSL, seperti Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Seksi, dan tim ajudikasi, diduga menyalahgunakan wewenang mereka untuk memanipulasi data dan memuluskan proses pengalihan tanah secara ilegal.