Polemik Pengelolaan Tanah Warisan: Klarifikasi Menteri ATR/BPN atas Kekhawatiran Masyarakat

Polemik Pengelolaan Tanah Warisan Mencuat di DPR, Menteri ATR/BPN Beri Penjelasan

Isu mengenai potensi pengambilalihan tanah dan rumah warisan yang terlantar oleh negara telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal ini menjadi sorotan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR RI dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Anggota Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menyampaikan kekhawatiran masyarakat terkait warisan tanah yang NJOP-nya rendah di masa lalu, namun kini harganya melambung. Kondisi ini membuat masyarakat kesulitan untuk membalik nama atau mengurus tanah warisan.

"Banyak masyarakat yang ketakutan dan merasa negara mengambil hak rakyat karena tidak membayar pajak. Kami meminta penjelasan mengenai status tanah dan rumah warisan, serta batasan luas tanah yang berpotensi diambil negara," ujar Dede Yusuf.

Menurut Dede Yusuf, pengambilalihan tanah terlantar yang luasnya mencapai ratusan hektar oleh negara masih dapat diterima. Namun, ia mempertanyakan keadilan jika tanah warisan yang luasnya hanya ratusan meter persegi juga ikut diambil alih, terutama jika pemiliknya lalai membayar PBB karena berbagai alasan.

Klarifikasi Menteri ATR/BPN

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menegaskan bahwa informasi yang beredar di media sosial tidak sepenuhnya benar. Ia menjelaskan bahwa tanah yang berpotensi dikelola negara adalah tanah terlantar dengan status Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB).

"Sesuai PP 20 tahun 2021, tanah HGU atau HGB yang tidak dimanfaatkan selama 2 tahun sejak ditetapkan, atau HGU/HGB yang masa berlakunya habis dan tidak diajukan perpanjangan selama 2 tahun, berpotensi menjadi tanah terlantar," jelas Nusron.

Nusron Wahid menjelaskan, tanah warisan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) tidak berpotensi menjadi tanah terlantar, meskipun tidak diurus. Ia mengimbau masyarakat untuk segera mengurus dan mensertifikatkan tanah warisan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, seperti diduduki oleh pihak lain.

Mengenai proses balik nama, Nusron menjelaskan bahwa tanah warisan tidak dapat dialihkan jika belum dilakukan balik nama, kecuali ada penetapan ahli waris. Hal ini untuk memastikan kejelasan status kepemilikan tanah.

"Jika tanah tidak dibalik nama karena khawatir dijual, maka tanah tersebut tetap menjadi milik pewaris. Namun, dengan adanya penetapan hak waris, tanah tersebut tetap sah menjadi warisan, meskipun tidak dapat diperjualbelikan atau dijadikan jaminan jika masih atas nama orang lain," tambahnya.